Hefni Zain
Pendahuluan
Secara umum Pendidikan Islam dirumuskan sebagai usaha
yang sistimatis, terencana dan metodologis dalam membimbing anak didik agar memiliki
seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang utama demi terbentuknya
SDM yang berkwalitas untuk diarahkan mengikuti jalan Islami sebagai pandangan
hidupnya guna memperoleh kebahagiaan hidup di
dunia dan di akherat (Asrof,1998:14).
Dengan
demikian, proses pendidikan Islam sesungguhnya bukan sekedar menyampaikan informasi keislaman,
tetapi yang lebih substansial adalah
menyalakan himmah, semangat dan etos Islam dalam setiap jiwa peserta didik.
Pendidikan Islam sebagaimana rumusannya diatas memiliki
beberapa prinsip yang membedakannya dengan pendidikan lainnya, antara lain :
Prinsip tauhid, integrasi, keseimbangan, persamaan dan prinsip keutamaan. Sedangkan
tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk
membentuk manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian integratif, mandiri dan menyadari
sepenuhnya peranan dan tanggung jawab dirinya di muka bumi ini sebagai abdulloh
dan kholifatulloh melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengalaman agama Islam kepada peserta
didik sebagai pedoman hidupnya sekaligus sebagai kontrol terhadap pola
fikir dan pola laku dalam hidup keseharian mereka (Kemenag RI, 2007 : 8)
Secara
pragmatis, Pendidikan Islam adalah alat untuk mempersiapkan peserta didik dalam
menghadapi masa depannya, sedangkan masa depan selalu ditandai oleh berbagai
perubahan yang sangat dinamis, kompetitif dan cepat terutama dibidang IPTEK
sebagai konsekwensi logis dari perkembangan nalar manusia. Karena itu pendidikan Islam mesti dirancang
sedemikian rupa untuk mempersiapkan minimal dua hal, pertama mepersiapkan
peserta didik memiliki kreativitas sehingga punya kemampuan beradaptasi dengan
kemungkinan-kemungkinan masa depan, dan kedua mepersiapkan peserta didik
memiliki kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang memadai sehingga
ada jaminan yang jelas bagi mereka untuk tetap survive menghadapi kehidupan
masa depannya (Nata, 2006 : 14).
Dengan
pengembangan dua aspek diatas secara integral, diharapkan peserta didik memiliki
SDM yang tidak saja siap pakai, tetapi juga siap hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat
beberapa pakar psikolog yang menyebutkan bahwa IQ hanya menyumbangkan 20
% dalam kesuksesan seseorang, sementara 80 % nya adalah ditentukan oleh faktor CQ. Dan
diantara instrumen dari CQ adalah mood management (manajemen suasana
hati), sedangkan hati merupakan salah satu komponen sikap mental yang sangat
besar pengaruhnya terhadap prilaku seseorang, pakar psikolog menyebutkan bila
pengetahuan tinggi, keterampilan juga tinggi, tapi sikap mental rendah maka akan
menghasilkan SDM yang rendah, sebaliknya bila pengetahuan dan keterampilan
rendah tapi sikap mental tinggi, maka
akan menghasilkan SDM yang tinggi.
Guru sebagai komponen
utama pendidikan.
Sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam mengandung
berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya. Komponen tersebut
meliputi : tujuan, kurikulum, guru, strategi pembelajaran, sarana prasarana dan
evaluasi. Dan faktor terpenting dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam adalah
para guru yang sehari-harinya bekerja di lapangan, sebab betapapun bagusnya komponen
lain yang ada, hasilnya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan guru di
dalam maupun di luar kelas. Karena itu optimal tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan Islam sejatinya sangat ditentukan oleh kompetensi para guru yang
terlibat langsung dalam proses pendidikan (Zain, 2003 : 21)
Keberhasilan guru, khususnya dalam konteks pembelajaran dapat
diukur dari dua segi, yakni segi proses dan segi produk. Dari segi proses, guru
dapat disebut berhasil, apabila mampu melibatkan secara aktif sebagian besar
siswanya dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi produk, guru dikatakan
berhasil apabila proses pembelajaran yang dilakukannya mampu mengembangakan
kretifitas para siswa yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku pada
sebagian besar siswa kearah yang lebih baik (Muhaimin, 2008 : 51)
Guru yang baik bukan saja yang menguasai materi
pembelajaran dengan baik, tetapi juga mampu memahami karakter masing-masing
peserta didiknya dan mampu menerapkan metode pembelajaran yang relevan (Barmawi
dkk, 2004 : 3). Al-Qur’an memberikan
prinsip dasar mengenai metode mengajar yang baik, antara lain dalam Qs. 16 :
125 “Serulah (manusia) kepada jalan
Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara
yang baik pula. Dan Qs.3 : 115 “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan
mereka dalam urusan itu Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Guru adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau
mengamalkan ilmunya dengan sungguh-sungguh, toleran terhadap siswa-siswinya dan
menjadikan siswa-siswinya lebih baik dalam segala hal. Hakekat guru adalah
orang yang senantiasa merasakan keberhasilan dan kegagalan anak didiknya
sebagai keberhasilan dan kegagalan yang ia miliki dan rasakan sendiri. Karena
itu seorang guru mesti mampu mengintegrasikan penguasaan meteri dan metode,
teori dan praktek, unsur seni, ilmu, teknologi dan skill bagi peserta didiknya dalam proses belajar
mengajar. ( Thoifuri, 2007 : 7)
Mengingat posisi guru sangat strategis dalam proses
pembentukan tingkah laku, kepribadian, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan
peserta didik, maka kledudukan guru dalam kehidupan masyarakat ditempatkan dalam posisi terhormat, hal ini
menuntut para guru untuk lebih serius
meningkatkan kompetensi, dedekasi dan keteladanan dirinya, sehingga tetap layak
digugu dan ditiru sebagai teladan tanpa tanda jasa.
Diantara karakteristik yang lazim dimiliki seorang guru antara
lain adalah : (1) Pandai dan mempunyai wawasan luas, (2) Keilmuannya semakin
hari semakin meningkat (3) Meyakini bahwa yang disampaikan adalah sesuatau yang
benar dan bermanfaat (4) Senantiasa berfikir objektif dalam menghadapi dan
menyelesaikan setiap masalah (5) Memiliki dedekasi, motivasi dan loyalitas (6) Bertanggung
jawab terhadap kwalitas dan kepribadian moral (7) Mampu merubah sikap siswa
kepada yang lebih baik (8) Menjauhkan
diri dari bentuk perbuatan tercela dan (9) Kaya inovasi, kreasi dan inisiatif.
Dalam UU
No. 14 tahun 2005 disebutkan bahwa kompetensi guru dapat diklasifikasikan
menjadi empat macam, yakni kompetensi personal, kompetensi profesional,
kompetensi sosial dan kompetensi manajerial.
Catatan Penutup
Tidak
mudah menjadi guru TPQ, sebab yang dihadapi adalah para bocah yang berada pada
fase paling sensitif yang sekaligus merupakan fese emas perkembangannya. Sedikit
saja terdapat kekeliruan pada fase ini maka akan fatal akibatnya pada
perkembangan anak di fase berikutnya. Fase ini merupakan titik strategis
dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian anak dimasa selanjutnya. Ia merupakan
babak awal dari episode kehidupan anak yang terus bersambung dan dipastikan
berpengaruh besar terhadap jalan cerita seorang anak pada episode berikutnya.
Tugas guru pada pendidikan yang semacam ini adalah mengoptimalkan fase emas
perkembangan anak menuju kecerdasan integral.
Dalam konteks ini anak-anak harus difahami sebagai
anak-anak dan bukan orang dewasa dalam ukuran mini, karena itu pendidikan pada
anak-anak harus disesuaikan dengan perkembangan mereka, baik menyangkut materi
maupun metode mengajarnya. Dunia
anak adalah dunia bermain, karena itu seringkali mereka lebih mudah mendapatkan
pelajaran tentang sesuatu yang berharga melalui permainan yang
menyenangkan ketimbang uraian ilmiyah
yang panjang dan berbelit.
Ini
penting diperhatikan oleh guru TKA dan TPQ, karena pemilihan metode
pembelajaran yang tidak relevan sering menyebabkan kegagalan proses belajar
mengajar secara umum. Intinya proses pendidikan pada fase ini harus betul-betul relevan dengan tingkat psikologis
anak sehingga berdampak fital bukan malah fatal dalam menyiapkan generasi
Qur’ani menuju masa depan gemilang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar