Hefni Zain
Sepanjang
sejarah peradaban manusia telah terbukti bahwa dinamika organisasi adalah sangat
tergantung pada para pemimpin penyelenggara organisasi tersebut. Fasiltas yang
lengkap seperti, gedung megah atau alat perlengkapan yang canggih hanyalah
benda benda non produktif yang bisa efektif manakala digerakkan oleh orang-orang
yang kompeten, bertanggung jawab, jujur, dan memiliki kemauan kuat untuk mencapai cita-cita dan tujuan ideal organisasinya.
Oleh sebab itu faktor manusia merupakan komponen paling vital dalam sebuah
organisasi.
Dari berbagai
posisi orang-orang dalam organisiasi, pemimpin merupakan unsur terpenting,
karena merekalah yang memiliki otoritas dan kemampuan mempengaruhi dan
menggerakakan bawahannya bekerja mencapai tujuan. Oleh karena itu wacana diseputar pemimpin dan kepemimpinan
hingga kini masih tetap aktual dan menarik untuk dikaji.
Pemimpin merupakan faktor penentu
sukses dan tidaknya program dan kegiatan organisasi, oleh karena itu seorang
pemimpin tidak boleh hanya mengorientasikan kepemimpinannya pada hal yang
normatif saja, dibutuhkan berbagai terobosan baru sebagai langkah inovasi agar
lembaga yang dipimpinnya mencapai tujuan maksimal.
ketika seseorang berposisi
sebagai manager lembaga pendidikan Islam, sudah barang tentu di benaknya
tergambar bahwa tugas yang harus diemban adalah memajukan lembaganya, dengan
cara menggerakkan seluruh potensi yang ada, guna mencapai tujuan yang
diinginkan. Cita-citanya, ketika itu, ialah saya harus berhasil dan tidak boleh
gagal. Hanya dalam kenyataannya, tidak semua orang mampu meraih keberhasilan
itu. Pada umumnya, para manager lembaga pendidikan Islam sudah memahami bahwa
lingkup tugas-tugas managerial adalah menyusun perencanaan, mengorganisasi
semua kegiatan dan potensi yang ada, menyusun anggaran, mengarahkan, mengontrol
dan mengevaluasi. Selain itu, mereka juga memahami bahwa bagian dari tugas
pimpinan lembaga pendidikan Islam adalah merumuskan visi, misi secara jelas.
Akan tetapi, lagi-lagi, hasil yang diperoleh tampak variatif, sebagian
berhasil, sedang sebagian lainnya kurang berhasil dan bahkan ada yang selalu mengalami
kegagalan.
Memanage orang pada
kenyataannya tidak selalu mudah. Hal itu disebabkan oleh karena setiap manusia
memiliki kharakteristik, watak, prilaku, kebutuhan dan keinginan yang
berbeda-beda. Sifat dan cirri-ciri yang berbeda-beda itulah yang menyebabkan
mereka tidak sedemikian mudah diajak mencapai satu tujuan yang sama. Perbedaan
yang bersifat individual maupun kelompok diakibatkan oleh perbedaan
latar-belakang sejarah hidup, tingkat ekonomi, budaya, idiologi, latar-belakang
pendidikan dan mungkin pembawaan sejak lahir. Tetapi anehnya, sekalipun begitu,
kadangkala juga ditemukan fenomena sebaliknya, bahwa memimpin dan mengatur
orang merupakan kegiatan yang amat mudah. Sebab, ternyata masing-masing orang,
tanpa intervensi pihak luar, sudah memiliki kemampuan menata diri sendiri.
Dalam kaitan mencari upaya strategis memanage dan memimpin orang perlu dicari
prinsip-prinsip dasar seperti apa yang dapat dijadikan kekuatan penggerak
organisasi lembaga pendidikan Islam ini. Uraian berikut merupakan hasil
renungan dan hasil pengamatan saksama, kapan seseorang mudah digerakkan dan
diarahkan pada tujuan-tujuan organisasi, termasuk pada lembaga pendidikan
Islam.
Sebagai kunci utama
yang harus ditumbuh-kembangkan pada semua lapisan organisasi adalah rasa cinta
pada lembaga, yakni lembaga pendidikan Islam. Cinta atau dalam bahasa lainnya
adalah integritas tinggi, merupakan kunci keberhasilan. Berbagai fenomena
kehidupan, ternyata cinta/kasih sayang menjadi sumber kekuatan kehidupan,
keberhasilan dan bahkan juga kejayaan. Seseorang lahir, tumbuh dan berkembang
sempurna oleh karena adanya cinta dan kasih sayang. Tumbuh-tumbuhan, binatang
dan bahkan alam ini menjadi tumbuh dan berkembang oleh karena karunia Allah
atas sifat-Nya mulia yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Begitu pula
manusia menjadi hidup dan bahagianya oleh karena cinta-Nya kepada makhluk yang
dimuliakan ini. Sebaliknya, alam dan lingkungan hidup menjadi rusak, manusia
saling bermusuhan atau perang, saling membunuh satu sama lain, oleh karena di
sana tidak ada cinta.
Cinta adalah merupakan
fenomena hati, tetapi ternyata juga dapat ditumbuh-kembangkan dan bahkan dapat
diukur lewat prilaku yang tampak. Orang yang telah mencintai sesuatu biasanya
tidak saja akan memperlakukan sesuatu itu secara baik, melainkan dan bahkan
akan bersedia berkorban demi cinta yang diberikannya. Membangun cinta dapat
dimulai dari proses mengenali (ta^aruf) yang akan menghasilkan pemahaman.
Pemahaman yang mendalam akan melahirkan suasana penghormatan (tadhomun) atau menghargai
dan selanjutnya akan tumbuh suasana mencintai. Islam sesungguhnya membangun
tradisi ta^aruf yang sedemikian kukuh lewat berbagai aktivitas spiritual maupun
social. Pertanyaannya adalah, adakah kesediaan para pemimpin dan manager
lembaga pendidikan Islam membagi-bagikan cita dan kasih sayangnya secara
menyeluruh dan mendalam termasuk menumbuh-kembangkannya kepada semua komponen
yang ada (para dosen, guru dan karyawan) lewat tradisi yang diajarkan Islam
melalui bebagai kegiatan spiritual dan social itu.
Sikap mental yang harus
dibangun selanjutnya adalah keikhlasan. Memanage lembaga pendidikan Islam harus
didudukkan dalam konteks beribadah kepada Allah secara penuh dan mendalam.
Konsep ini dalam bahasa Islam adalah lillah. Suasana batin yang mengarahkan
kegiatannya hanya semata-mata didasari oleh niat untuk memenuhi kebutuhan
pribadi atau kelompok dalam berbagai bentuknya tidak akan mengantarkan yang
bersangkutan memiliki integritas yang tinggi. Jiwa ikhlas yang tumbuh dan
berkembang dari seorang pimpinan lembaga pendidikan Islam, akan melahirkan
suasana ruhhul jihad. Jika suasana ini mampu ditumbuh-kembangkan, lembaga
pendidikan telah memiliki kekuatan yang kukuh yang diperlukan olehnya.
Selanjutnya adalah
adanya kesadaran dan bertanggung-jawab merupakan sikap mental yang harus
dibangun secara bersama. Setiap muslim harus membangun keyakinan bahwa semua
amal perbuatan harus dapat dipertanggung-jawabkan, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Pertanggung-jawaban jangka pendek diberikan pada setiap
saat, sedangkan tanggung-jawab jangka panjang diberikan kepada Allah swt., di
akherat nanti. Seorang muslim dan mukmin harus meyakini adanya hari atau waktu
di mana semua perjalanan hidup seseorang dimintai pertanggung-jawaban.
Kesadaran yang mendalam tentang konsep ini semestinya mampu membangun sifat
kejujuran yang seharusnya disandang oleh pimpinan dan seluruh unsur yang
terlibat dalam kepemimpinan lembaga pendidikan Islam.
Prinsip penting lainnya
adalah bahwa seorang manager harus mempertegas keyakinannya bahwa Allah adalah
dzat yang harus selalu menjadi sentral perhatian baik dalam pengabdian (ibadah)
maupun dalam mendapatkan pertolongan. Keyakinan seperti ini menumbuhkan sikap
mental yang menjadikan dirinya tidak terikat oleh kekuatan apapun bentuknya dan
dari manapun datangnya. Mereka akan menganggap bahwa tidak ada makhluk apapun
yang dapat mengkooptasi dan menghegemonik. Mereka akan memiliki pikiran dan
kemauan bebas dalam membawa lembaganya pada tujuan yang diinginkan. Lebih dari
itu, keyakinan seperti ini akan mampu memposisikan lembaga pendidikan yang
dikembangkan tidak lebih sekedar sebagai instrument untuk mencapai ridho Allah
semata. Kemajuan lembaga pendidikan Islam bukan dipahami sebagai tujuan,
melainkan sekedar sebagai instrumen untuk meraih tujuan akhir yang akan dituju
dalam hidupnya.
Memanage orang sama
artinya dengan mempengaruhi hati dan pikiran orang-orang. Pekerjaan mengarahkan
hati dan pikiran orang tidaklah mudah. Oleh karena itu seorang manager atau
pemimpin lembaga pendidikan Islam harus selalu memohon petunjuk kepada Allah
swt. Petunjuk itu sesungguhnya telah terbentang luas, baik yang tertulis maupun
yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Petunjuk tertulis berupa kitab
suci al Qur^an dan tauladan kehidupan yang diberikan oleh Muhammad sebagai
rasul-Nya. Petunjuk yang tidak tertulis tersebar luas di alam atau jagad raya
ini. Manusia dengan ketajaman akal, hati dan penglihatannya akan mampu
menangkap ayat-ayat Allah ini.
Manager harus juga
sadar betapa pentinya sejarah. Sejarah menunjukkan bahwa jagad raya ini telah
dihuni oleh orang-orang yang berhasil memperoleh nikmat, tetapi selain itu juga
dihuni oleh orang-orang yang gagal dalam hidup, sehingga mereka memperoleh
laknat. Sejarah dapat juga mengenai peristiwa masa lalu yang jauh sebelum kita,
tetapi dapat pula berupa peristiwa-peristiwa tentang hal apa saja di sekitar
kita yang pernah dapat dilihat dengan mudah. Semua itu dapat menjadi pelajaran
untuk membangun sikap, perilaku, watak yang menyelamatkan dalam kehidupan dan
bukannya yang menyesatkan, termasuk pelajaran untuk mengelola lembaga
pendidikan Islam.
Jika seorang manager
mampu membangun watak, kharakter dan perilaku pribadi dan juga semua orang yang
menjadi tanggung-jawabnya, sehingga memiliki prinsip-prinsip hidup sebagaimana
diurai di muka, maka sesungguhnya sebagian besar tugasnya telah selesai. Selain
itu, jika prinsip-prinsip itu pula telah merasuk pada hati sanubari yang
mendalam pada seluruh komponen yang ada, maka persoalan apapun yang ada dalam lembaga
pendidikan Islam akan dapat diselesaikan dengan mudah. Persoalannya adalah,
bagaimana hal itu benar-benar dapat diwujudkan oleh pemimpin dan manager
pendidikan Islam di semua tingkatan ?. Itulah yang menjadi persoalan besar kita
bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar