Sabtu, 27 Desember 2014

RENUNGAN AKHIR TAHUN

Hefni Zain

Peristiwa pergantian waktu, seperti hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, sesungguhnya selain terdapat tanda tanda bagi orang yang berakal juga merupakan peringatan Allah swt  bagi orang orang yang mau berfikir. Allah berfirman dalam Alqur’an “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda tanda bagi orang yang berakal (Qs. 3 : 190).
 Pertanyaannya,  sudah berapa lama kita menikmati hidup di dunia ? dan sejauh itu pula apa yang telah kita lakukan sebagai pertanggung jawaban kepada Allah mengenai amanah itu ?  Seringkali Allah mengingatkan kita tentang singkatnya kehidupan dunia ini, bukan saja dengan firman firmannya, bahwa “setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” bahkan kejadian di sekeliling kitapun seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran yang berharga. Pernahkah kita menyaksikan kematian kawan kita, tetangga kita, saudara kita, orang tua kita,   pasangan kita atau bahkan anak kita ? tidak cukupkah kejadian kejadian itu sebagai cermin ? Sayang sungguh sayang, kita sering berta’ziah kepada orang mati, memandikannya, mengkafaninya, mensholatinya,  bahkan menguburkannnya, namun kita menganggap seolah olah dia saja yang mati, hidup saya masih lama, sehingga lagi lagi kita terbuai dalam kubangan nafsu, melalaikan perintah perintah Allah.
Dalam surah At Takwir ayat 26 tatkala Allah swt  bertanya  kepada ibrahim “Fa ayna tadzhabun” (Maka kemanakah kamu akan pergi) ?, Ibrahim  menjawab dalam surat Assoffat ayat 99 “inni dzahibun ilaa rabbi sayahdin”(Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku).
Bagi kita Fa ayna tadzhabun bisa bermakna : apa sebenarnya tujuan hidup kita ini ? akan dibawa kemana semua yang kita punya ?, Nabi Ibrahim mengajarkan jawaban mendasar yakni seluruh hidup kita, seluruh yang kita punya harusnya hanya dimaksudkan untuk  mendekat kepada Allah swt. Ini penting untuk direnungkan, karena dalam kehidupan sehari-hari, hal inilah yang sering kita abaikan, setiap saat kita terlalu sibuk dengan pernik-pernik dunia, setiap hari kita bekerja keras hanya untuk persiapan masa depan dunia yang fana dan sementara, tetapi kita lupa  mempersiapkan diri untuk masa abadi, masa milyaran tahun setelah ajal menjemput kita. Alangkah ruginya kita bila tidak memikirkan hal ini, kita akan menangis dalam tangisan yang berkepanjangan. Kita akan menyesal dalam penyesalan yang tiada lagi berguna.
Karena itu marilah kita memahami makna hidup dan mengisinya dengan hal hal yang berguna. Bukankah hidup ini harus dimanfaatkan dan bukan disia- siakan ?  Kita disebut hidup hanya jika kita mengisi waktu-waktu kita dengan pekerjaan yang bernilai. Ingatlah nilai kita hanya sebanding dengan yang kita kerjakan. Kita tidak mungkin mengharap hasil besar dari pekerjaan yang kita lakukan dengan kesungguhan kecil, apalagi kita ingin berhasil  pekerjaan yang kalau bisa tidak kita  kerjakan. Dan apa yang kita lakukan hari ini, merupakan kunci kebaikan atau kehancuran hari esok kita. Maka lakukanlah yang terbaik untuk hari ini dan jangan terbuai dengan  kesenangan yang  menipu. Maka tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi tercapainya kesuksesan hidup. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan
Jangan kita jadikan hidup ini seperti mati, jangan kita  mati  sebelum datang kematian yang sesungguhnya. Hidup ini tak ubahnya seperti perjalanan panjang, berangkat dari Allah dan akan menuju kepadaNya. Kita datang dari tiada, datang hanya singgah sementara untuk mempersiapkan diri menuju perjalanan abadi, tujuan hidup kita bukan disini, bukan untuk bermegah diri dan bersusah payah memperkaya diri, dunia ini bukan tempat tinggal yang sebenarnya, dunia ini hanya untuk mepersiapkan bekal untuk kita bawa pulang ke negeri asal kita, kampung aherat. Suka atau tidak, mau atau tidak, kita akan dipaksa untuk meneruskan perjalanan  kita. Sebuah perjalanan pasti membutuhkan bekal,  Allah berfirman : “Berbekallah kalian semua, dan sebaik baiknya bekal itu  adalah Taqwa” . Pertanyaannya, sudah cukupkah bekal kita untuk sampai kehadiratNya ? ini penting untuk direnungkan  agar kesempatan yang tersisa dapat kita manfaatkan dengan sebaik baiknya. Rasululloh Saw pernah bersabda : peliharalah lima hal sebelum datang lima hal yang lain, manfaatkan masa muda sebelum datang masa tua, pelihara masa sehat sebelum datang masa sakit, pelihara masa sempat  sebelum datang masa sempit, pelihara masa kaya sebelum datang masa miskin,  dan pelihara masa hidup sebelum datang saat kematian.
Seorang ulama’ Sufi mengilustrasikan umur manusia didunia sama dengan tiga hal, Pertama, nilai umur sama dengan berhutang kepada Allah.  Artinya sesuai dengan maha rahmanNya  tiap detik Allah swt telah memberikan nikmat tak terhingga kepada  manusia. Bila dihitung 1 tahun itu adalah sama dengan 365 hari, dalam jam sama dengan 8.760 jam, dalam menit sama dengan 525.600 menit, dan dalam detik sama dengan 31.536.000,-detik. Maka jika nikmat yang telah diberikan Allah harus kita bayar dalam bentuk rupiah, berapa rupiah dalam setahun yang harus kita keluarkan ? umur itu sama dengan bernafas, bernafas sama dengan berdetak jantung.  Dalam sehari semalam jantung manusia normal bekerja 115.200 kali secara non stop, siapa yang menggerakkan itu ? berapa biaya yang harus dikeluarkan kaitannya dengan proses kinerja jantung itu ? sungguh biar semua ahli matematika sedunia berkumpul untuk menghitung nikmat Allah, pasti mereka tidak akan mampu melakukannya. Sungguh nikmat Allah terlalu banyak, sementara tugas yang kita laksanakan adalah terlalu sedikit. Maka sesungguhnya setiap saat kita telah berhutang kepada Allah, dan kendati kita kumpulkan semua harta kita, pasti tidak akan cukup untuk mebayar hutang tersebut.  Firman Allah dalam Alqur’an : Dan jika kalian akan menghitung ni’mat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha panyayang (Qs. An Nahl : 18).
Kedua, nilai umur sama dengan permainan dan sandiwara.  Pada dasarnya dalam hidup ini kita hanya bersandiwara, berputar putar pada persoalan yang hampir tidak berbeda. Bangun pagi sarapan, menuju pekerjaan, makan siang, istirahat sebentar tiba tiba matahari terbenam, kemudian tidur, besok pagi bangun seperti kemarin dan beberapa ribu hari kemarin dan begitu berulang ulang.  Pekerjaanpun hanya berkisar pada kegiatan yang hampir sama dengan kemarin, yang pasti kaum muda akan menjadi tua, yang hidup akan mati. Tidak pernah kita temukan orang terus muda hingga 100 tahun, juga tidak ditemukan orang terus hidup sepanjang masa. Kita hanya bersandiwara dan bermain, kalau tidak pandai bersandiwara, kita akan dipermainkan oleh saudiwara kita sendiri. Kita mengejar kebahagiaan, kita terus telusuri liku liku hidup yang kadang tajam, kita mengembara terlalu jauh, padahal yang kita cari ada didekat kita sendiri, paling dekat dari yang terdekat dengan kita. Yakni hati kita tempat kebahagiaan itu, tapi kadang kita tidak fungsikan itu, kita tak pedulikan peringatan Allah, kita bunuh hati kita dengan kebendaan, kita sakiti hati kita dengan bermacam macam keinginan.
Sungguh disayangkan kita terlalu bernafsu mengejar berbagai keinginan tiada henti, kita menyangka dibalik keinginan itu ada kebahagiaan padahal justru mengejar keinginan itu sama dengan mengejar penderitaan yang tidak pernah berakhir, sebab nafsu memang tak pernah mengenal kata puas meskipun diberi bumi dan langit. Silahkan mengejar keinginan tapi jangan lupa diri, silahakan mencari kepentingan hidup tapi jangan  lupa mati.
Ketiga, nilai umur sama dengan menungggu. Semua orang sepakat bahwa  seluruh kegiatan manusia pada hakekatnya hanyalah menunggu. Bangun pagi menunggu sarapan, selesai kerja menunggu pulang, orang bekerja menunggu gaji dan naik pangkat, orang miskin menunggu kaya, orang kaya menunggu tambah kaya, pagi menunggu siang, siang menunggu sore, sore menunggu malam, dan malam menuggu pagi lagi,  hari ini menunggu besok, bulan ini menunggu bulan depan, tahun ini menunggu tahun depan, tidur menunggu bangun, sakit menunggu sehat, masa muda menunggu masa tua,  hidup menunggu mati. dan begitu seterusnya.
Di akhir tahun ini, adalah saat yang tepat untuk menakar, mengintrospeksi, bermuhasabah dan mengevaluasi perbuatan kita, sudahkah kecintaan kita terhadap Allah ditempatkan diatas kecintaan kita kepada yang lainnya ? melebihi cinta kita terhadap pekerjaan, tempat tinggal dan harta? melebihi cinta kita thd keluarga kita ? Sudahkah kita mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ?  sudahkah kita memberikan yang terbaik yang paling kita cintai  untuk Allah semata ? Jawabannya tentu berpulang pada diri kita masing-masing. Yang  jelas dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan “Belumlah sekali kali kamu sampai kepada  kebajikan yang sempurna, sebelum engkau berikan  apa yang paling kamu cintai  Kepada Allah swt (Qs Ali imran : 92)”
Saatnya melakukan inovasi dan kreasi  kearah yang lebih konstruktif, produktif  dan prospektif. Saatnya kita bertekad untuk berbuat yang lebih baik di masa-masa selanjutnya, sebab  sabda Nabi Saw: termasuk  celaka  orang yang prestasinya di hari ini lebih jelek dari yang kemarin, termasuk orang yang rugi apabila prestasinya hari ini hanya sama dengan yang kemarin. Orang yang beruntung itu adalah yang prestasinya hari ini adalah lebih baik dari yang kemarin .     Jangan sampai hanya tahunnya yang terus berganti baru tapi amal sholehnya masih tetap lama, seseorang boleh saja hidup sesuka hatinya tapi sadarlah bahwa semuanya akan mati, cintailah sekehendakmu apa saja yang engkau cintai tapi sadarlah bahwa engkau akan berpisah dengannya, Berbuatlah apa saja sekehendakmu tetapi sadarlah bahwa engkau akan dibalas menurut perbuatanmu itu. Setiap perbuatan pasti akan kembali kepada dirinya sendiri.

Bersyukurlah dari hal-hal manis dalam hidup kita,dan  belajarlah menjadi kuat dari hal-hal pahit yang menimpa kita, jangan risau dengan  ni’mat yang belum kita terima, Tetapi risaulah dengan ni’mat yang belum kita syukuri. Jangan pernah mengeluh apalagi mengutuk, bahkan terhadap sesuatu yang kita rasakan gelap. Karena sesungguhnya lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar