Hefni Zain
Peristiwa pergantian waktu,
seperti hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan
tahun berganti tahun, sesungguhnya selain terdapat tanda tanda bagi orang yang
berakal juga merupakan peringatan Allah swt
bagi orang orang yang mau berfikir. Allah berfirman dalam Alqur’an “Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat
tanda tanda bagi orang yang berakal (Qs. 3 : 190).
Pertanyaannya,
sudah berapa lama kita menikmati hidup di dunia ? dan sejauh itu pula apa yang
telah kita lakukan sebagai pertanggung jawaban kepada Allah mengenai amanah itu
? Seringkali Allah mengingatkan kita
tentang singkatnya kehidupan dunia ini, bukan saja dengan firman firmannya,
bahwa “setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” bahkan kejadian di
sekeliling kitapun seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran yang berharga.
Pernahkah kita menyaksikan kematian kawan kita, tetangga kita, saudara kita,
orang tua kita, pasangan kita atau
bahkan anak kita ? tidak cukupkah kejadian kejadian itu sebagai cermin ? Sayang
sungguh sayang, kita sering berta’ziah kepada orang mati, memandikannya,
mengkafaninya, mensholatinya, bahkan
menguburkannnya, namun kita menganggap seolah olah dia saja yang mati, hidup
saya masih lama, sehingga lagi lagi kita terbuai dalam kubangan nafsu,
melalaikan perintah perintah Allah.
Dalam
surah At Takwir ayat 26 tatkala Allah swt
bertanya kepada ibrahim “Fa ayna tadzhabun” (Maka kemanakah kamu akan pergi) ?, Ibrahim menjawab dalam surat Assoffat ayat 99 “inni dzahibun ilaa rabbi sayahdin”(Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi
petunjuk kepadaku).
Bagi kita Fa ayna tadzhabun bisa bermakna : apa sebenarnya tujuan hidup kita
ini ? akan dibawa kemana semua yang kita punya ?, Nabi Ibrahim mengajarkan
jawaban mendasar yakni seluruh hidup kita, seluruh yang kita punya harusnya
hanya dimaksudkan untuk mendekat kepada Allah swt. Ini penting untuk
direnungkan, karena dalam kehidupan sehari-hari, hal inilah yang sering kita abaikan, setiap saat
kita terlalu sibuk dengan pernik-pernik dunia, setiap hari kita bekerja keras
hanya untuk persiapan masa depan dunia yang fana dan sementara, tetapi kita
lupa mempersiapkan diri untuk masa
abadi, masa milyaran tahun setelah ajal menjemput kita. Alangkah ruginya kita
bila tidak memikirkan hal ini, kita akan menangis dalam tangisan yang
berkepanjangan. Kita akan menyesal dalam penyesalan yang
tiada lagi berguna.
Karena
itu marilah kita memahami makna hidup dan mengisinya dengan hal hal yang
berguna. Bukankah hidup ini harus dimanfaatkan dan bukan disia- siakan ? Kita disebut hidup hanya jika
kita mengisi waktu-waktu kita dengan pekerjaan yang bernilai. Ingatlah nilai
kita hanya sebanding dengan yang kita kerjakan. Kita tidak mungkin mengharap hasil besar dari pekerjaan
yang kita lakukan dengan kesungguhan kecil, apalagi kita ingin berhasil pekerjaan yang kalau bisa tidak kita kerjakan. Dan apa yang kita lakukan hari ini, merupakan
kunci kebaikan atau kehancuran hari esok kita. Maka lakukanlah yang terbaik untuk hari ini dan jangan terbuai dengan kesenangan yang menipu. Maka tinggalkanlah
kesenangan yang menghalangi tercapainya kesuksesan hidup. Dan berhati-hatilah,
karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan
Jangan kita jadikan hidup ini
seperti mati, jangan kita mati sebelum datang kematian yang sesungguhnya.
Hidup ini tak ubahnya seperti perjalanan panjang, berangkat dari Allah dan akan
menuju kepadaNya. Kita datang dari tiada, datang hanya singgah sementara untuk
mempersiapkan diri menuju perjalanan abadi, tujuan hidup kita bukan disini,
bukan untuk bermegah diri dan bersusah payah memperkaya diri, dunia ini bukan
tempat tinggal yang sebenarnya, dunia ini hanya untuk mepersiapkan bekal untuk
kita bawa pulang ke negeri asal kita, kampung aherat. Suka atau tidak, mau atau
tidak, kita akan dipaksa untuk meneruskan perjalanan kita. Sebuah perjalanan pasti membutuhkan
bekal, Allah berfirman : “Berbekallah
kalian semua, dan sebaik baiknya bekal itu
adalah Taqwa” . Pertanyaannya, sudah cukupkah bekal kita untuk
sampai kehadiratNya ? ini
penting untuk direnungkan agar
kesempatan yang tersisa dapat kita manfaatkan dengan sebaik baiknya. Rasululloh
Saw pernah bersabda : peliharalah lima hal sebelum datang lima hal yang
lain, manfaatkan masa muda sebelum datang masa tua, pelihara masa sehat sebelum
datang masa sakit, pelihara masa sempat
sebelum datang masa sempit, pelihara masa kaya sebelum datang masa
miskin, dan pelihara masa hidup sebelum
datang saat kematian.
Seorang ulama’ Sufi
mengilustrasikan umur manusia didunia sama dengan tiga hal, Pertama,
nilai umur sama dengan berhutang kepada Allah.
Artinya sesuai dengan maha rahmanNya
tiap detik Allah swt telah memberikan nikmat tak terhingga kepada manusia. Bila dihitung 1 tahun itu adalah
sama dengan 365 hari, dalam jam sama dengan 8.760 jam, dalam menit sama dengan
525.600 menit, dan dalam detik sama dengan 31.536.000,-detik. Maka jika nikmat
yang telah diberikan Allah harus kita bayar dalam bentuk rupiah, berapa rupiah
dalam setahun yang harus kita keluarkan ? umur itu sama dengan bernafas,
bernafas sama dengan berdetak jantung.
Dalam sehari semalam jantung manusia normal bekerja 115.200 kali secara
non stop, siapa yang menggerakkan itu ? berapa biaya yang harus dikeluarkan
kaitannya dengan proses kinerja jantung itu ? sungguh biar semua ahli
matematika sedunia berkumpul untuk menghitung nikmat Allah, pasti mereka tidak
akan mampu melakukannya. Sungguh nikmat Allah terlalu banyak, sementara tugas
yang kita laksanakan adalah terlalu sedikit. Maka sesungguhnya setiap saat kita
telah berhutang kepada Allah, dan kendati kita kumpulkan semua harta kita,
pasti tidak akan cukup untuk mebayar hutang tersebut. Firman Allah dalam Alqur’an : Dan jika
kalian akan menghitung ni’mat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu
menghitungnya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha panyayang (Qs.
An Nahl : 18).
Kedua, nilai umur sama
dengan permainan dan sandiwara. Pada
dasarnya dalam hidup ini kita hanya bersandiwara, berputar putar pada persoalan
yang hampir tidak berbeda. Bangun pagi sarapan, menuju pekerjaan, makan siang,
istirahat sebentar tiba tiba matahari terbenam, kemudian tidur, besok pagi
bangun seperti kemarin dan beberapa ribu hari kemarin dan begitu berulang
ulang. Pekerjaanpun hanya berkisar pada
kegiatan yang hampir sama dengan kemarin, yang pasti kaum muda akan menjadi
tua, yang hidup akan mati. Tidak pernah kita temukan orang terus muda hingga
100 tahun, juga tidak ditemukan orang terus hidup sepanjang masa. Kita hanya
bersandiwara dan bermain, kalau tidak pandai bersandiwara, kita akan
dipermainkan oleh saudiwara kita sendiri. Kita mengejar kebahagiaan, kita terus
telusuri liku liku hidup yang kadang tajam, kita mengembara terlalu jauh,
padahal yang kita cari ada didekat kita sendiri, paling dekat dari yang
terdekat dengan kita. Yakni hati kita tempat kebahagiaan itu, tapi kadang kita
tidak fungsikan itu, kita tak pedulikan peringatan Allah, kita bunuh hati kita
dengan kebendaan, kita sakiti hati kita dengan bermacam macam keinginan.
Sungguh disayangkan kita
terlalu bernafsu mengejar berbagai keinginan tiada henti, kita menyangka
dibalik keinginan itu ada kebahagiaan padahal justru mengejar keinginan itu
sama dengan mengejar penderitaan yang tidak pernah berakhir, sebab nafsu memang
tak pernah mengenal kata puas meskipun diberi bumi dan langit. Silahkan
mengejar keinginan tapi jangan lupa diri, silahakan mencari kepentingan hidup
tapi jangan lupa mati.
Ketiga, nilai umur sama
dengan menungggu. Semua orang sepakat bahwa
seluruh kegiatan manusia pada hakekatnya hanyalah menunggu. Bangun pagi
menunggu sarapan, selesai kerja menunggu pulang, orang bekerja menunggu gaji
dan naik pangkat, orang miskin menunggu kaya, orang kaya menunggu tambah kaya,
pagi menunggu siang, siang menunggu sore, sore menunggu malam, dan malam
menuggu pagi lagi, hari ini menunggu
besok, bulan ini menunggu bulan depan, tahun ini menunggu tahun depan, tidur
menunggu bangun, sakit menunggu sehat, masa muda menunggu masa tua, hidup menunggu mati. dan begitu seterusnya.
Di akhir tahun ini, adalah
saat yang tepat untuk menakar, mengintrospeksi, bermuhasabah dan mengevaluasi perbuatan kita, sudahkah kecintaan kita terhadap Allah ditempatkan
diatas kecintaan kita kepada yang lainnya ? melebihi cinta kita terhadap
pekerjaan, tempat tinggal dan harta? melebihi cinta kita thd keluarga kita ? Sudahkah
kita mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ? sudahkah kita memberikan yang terbaik yang
paling kita cintai untuk Allah semata ? Jawabannya
tentu berpulang pada diri kita masing-masing. Yang jelas dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan “Belumlah
sekali kali kamu sampai kepada kebajikan
yang sempurna, sebelum engkau berikan
apa yang paling kamu cintai
Kepada Allah swt (Qs Ali imran : 92)”
Saatnya melakukan inovasi dan
kreasi kearah yang lebih konstruktif,
produktif dan prospektif. Saatnya kita bertekad untuk
berbuat yang lebih baik di masa-masa selanjutnya, sebab sabda Nabi Saw: termasuk celaka
orang yang prestasinya di hari ini lebih jelek dari yang kemarin,
termasuk orang yang rugi apabila prestasinya hari ini hanya sama dengan yang
kemarin. Orang yang beruntung itu adalah yang prestasinya hari ini adalah lebih
baik dari yang kemarin . Jangan sampai hanya tahunnya
yang terus berganti baru tapi amal sholehnya masih tetap lama, seseorang boleh
saja hidup sesuka hatinya tapi sadarlah bahwa semuanya akan mati, cintailah
sekehendakmu apa saja yang engkau cintai tapi sadarlah bahwa engkau akan
berpisah dengannya, Berbuatlah apa saja sekehendakmu tetapi sadarlah bahwa
engkau akan dibalas menurut perbuatanmu itu. Setiap perbuatan pasti akan
kembali kepada dirinya sendiri.
Bersyukurlah dari hal-hal manis dalam hidup kita,dan belajarlah menjadi kuat dari hal-hal
pahit yang
menimpa kita, jangan risau dengan ni’mat
yang belum kita terima, Tetapi risaulah dengan ni’mat yang belum kita syukuri. Jangan pernah mengeluh apalagi mengutuk,
bahkan terhadap
sesuatu yang kita rasakan
gelap. Karena sesungguhnya lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar