Hefni Zain
Kita adalah apa yang
kita kerjakan berulang-ulang.
Karena itu, keunggulan bukanlah suatu perbuatan,
melainkan sebuah kebiasaan." -Aristoteles,
Banyak orang mengeluhkan sesuatu sebelum mencoba, ada juga yg
sekali mencoba tapi belum berhasil dan akhirnya mengeluh. Padahal
sebagaimana kata Brian Tracy, "Orang sukses adalah mereka yang memiliki
kebiasaan sukses. Aktivitas yang terus dikerjakan manusia dengan telaten dan penuh
kesabaran akan menjadi kebiasaan dirinya yang tidak bisa dipisahkan lagi. Orang
yang terbiasa dengan perbuatan-perbuatan tertentu tidak akan merasa terbebani
lagi. Pada awalnya memang sulit untuk membiasakan perbuatan baik tetapi lama
kelamaan kalau dilakoni dengan penuh ketekunan dan kesabaran ia akan terbiasa
dengan pekerjaan itu bahkan dengan senang hati dan penuh kecintaan melakukan
hal demikian.
Itu
artinya, siapapun yang ingin hebat dalam bidang apa saja, maka yang bersangkutan
harus mau mebiasakan diri dengan kegiatan itu. Seseorang yang ingin hebat
sebagai penulis, maka harus membiasakan diri dengan kegiatan menulis. Orang
yang ingin hebat di bidang olah raga, maka sehari-hari harus menekuni latihan
jenis olah raga yang diminati itu. Seseorang yang ingin hebat dalam berpidato,
maka harus membiasakan diri berpidato.
Hal demikian itu
sebenarnya juga berlaku dalam semua kegiatan, tanpa terkecuali. Orang yang
ingin tangguh di bidang politik, maka seharusnya menceburkan diri sepenuhnya
pada kegiatan politik. Sehari-hari, yang bersangkutan harus terlibat dan ikut
menyelesaikan persoalan politik. Orang yang ingin tangguh di bidang hukum,
kesehatan, kepemimpinan, manajemen, dan bahkan semua kegiatan apa saja, agar
menjadi tangguh, maka sehari-hari harus menekuni bidang pilihan hidupnya itu.
Serendah apapun kemampuan seseorang, jika dilatih sehari-hari, maka lama
kelamaan akan menjadi kuat.
Lebih sederhana lagi,
kebiasaan hingga menjadi sumber kekuatan juga terjadi pada anggota badan
seseorang. Orang yang sehari-hari bekerja dengan menggunakan kekuatan tangan
kanannya, maka tangan kanan itu akan menjadi kuat. Demikian pula, kaki akan
menjadi kuat dan bahkan juga terampil manakala sehari-hari dilatih. Seorang
pemain sepak bola oleh karena sehari-hari berlatih, maka kakinya menjadi kuat.
Begitu pula jenis olah raga lainnya. Seorang atlit angkat besi, maka tangan dan
perutnya menjadi kuat. Dan, begitu pula seterusnya. Pembiasaan menjadi sangat
penting agar seseorang menjadi semakin tangguh.
Sedemikian pentingnya
pembiasaan itu, hingga seakan-akan yang membedakan antar orang satu dengan
lainnya sangat tergantung pada jenis kegiatan yang dibiasakan sehari-hari.
Orang memiliki keunggulan dan ketangguhan dalam bernyanyi, selain bakat, oleh
karena yang bersangkutan selalu berlati menyanyi. Bahkan seorang ulama yang mampu
berdoa panjang, sebenarnya oleh karena yang bersangkutan seringkali mendapatkan
tugas memimpin doa. Umpama saja, pemuka agama dimaksud tidak terbiasa berdoa
panjang, maka mereka juga tidak akan mampu menunaikan tugas itu.
Persoalannya adalah
tidak semua orang mampu secara istiqomah pada setiap hari membiasakan diri
dengan kegiatan tertentu, sehingga akhirnya membuahkan kekuatan atau
ketangguhan yang disandangnya. Selanjutnya, oleh karena tidak ada sesuatu yang
dibiasakan, maka seseorang tidak memiliki kelebihan yang jelas. Mereka akan
merasa tidak memiliki kelebihan, tau juga sebaliknya, merasa bisa apa saja,
padahal sebenarnya tidak memiliki kemampuan apapun. Kemampuan atau ketangguhan
hanya bisa dipupuk melalui kegiatan yang dibiasakan, atau diulang-ulang
sepanjang waktu.
Dalam dunia politik
misalnya; yang pergumulannya penuh intrik dan taktik mengincar kesempatan untuk
sebuah jabatan, tak jarang mereka mencari teman sementara demi meraup suara
melalui sikap pura-pura yang dikemas dalam bingkai seakan-akan demi kepentingan
bersama, walau sejatinya tak seirama. Akibatnya kerjasama itu tidak berlangsung
lama, kebersamaan pun sirna karena kehilangan makna dan nilai guna. Kepentingan
sesaat yang mereka cari walau dengan jalan mencuri atau mengkebiri sikap serasi.
Maka tak heran bila banyak orang yag dahulu berprilaku terpuji, sontak berubah
keji lantaran tak kuat menahan sesaji.
Model ini yang dalam
istilah pak Imam disebut strategi semut, artinya bila sang semut tidak mampu
mengangkat sesuatu agar sampai tujuan tertentu, maka cara jitu adalah mengajak
kawan atau lawan yang dimulai dengan bersalaman satu persatu. Mengangkat
bangkai misalnya, diajaknya banyak teman beramai-ramai. Setelah sampai pada
tujuan tertentu, ia naik ke atas, lalu lupa akan makna solidaritas. Yang diingat
hanya otoritas dan fasilitas yang semakin lama bukan semakin puas, tetapi malah
semakin buas. Al-Qur’an menyindir model ini dalam Qs. Al-Hasyr : 14 “engkau
kira mereka bersatu, akan tetapi hatinya berseteru” (tahsabuhum jam’an wa
quluubuhum syatta)
Kembali ke habit is power, dahulu, di Tiongkok, hidup
seorang panglima perang yang terkenal karena memiliki keahlian memanah yang
tiada tandingannya. Suatu hari, sang panglima ingin memperlihatkan keahliannya
memanah kepada rakyat. Lalu diperintahkan kepada prajurit bawahannya agar menyiapkan papan
sasaran serta 100 buah anak panah. Setelah
semuanya siap, kemudian Sang Panglima memasuki lapangan dengan penuh percaya
diri, lengkap dengan perangkat memanah di tangannya. Panglima mulai
menarik busur dan melepas satu persatu anak panah itu ke arah sasaran. Rakyat
bersorak sorai menyaksikan kehebatan anak panah yang melesat! Sungguh luar
biasa! Seratus kali anak panah dilepas, 100 anak panah tepat mengenai sasaran.
Dengan wajah berseri-seri penuh kebanggaan, panglima berucap,
"Rakyatku, lihatlah panglimamu! Saat ini, keahlian memanahku tidak ada
tandingannya. Bagaimana pendapat kalian? Di antara kata-kata pujian yang
diucapkan oleh banyak orang, tiba-tiba seorang tua penjual minyak menyelutuk,
"Panglima memang hebat ! Tetapi, itu hanya keahlian yang didapat dari
kebiasaan yang terlatih."
Sontak panglima dan seluruh yang hadir memandang
dengan tercengang dan bertanya-tanya, apa maksud perkataan orang tua penjual
minyak itu. Tukang minyak menjawab, "Tunggu sebentar!" Sambil
beranjak dari tempatnya, dia mengambil sebuah uang koin Tiongkok kuno yang
berlubang di tengahnya. Koin itu diletakkan di atas mulut botol guci minyak
yang kosong. Dengan penuh keyakinan, si penjual minyak mengambil gayung penuh
berisi minyak, dan kemudian menuangkan dari atas melalui lubang kecil di tengah
koin tadi sampai botol guci terisi penuh. Hebatnya, tidak ada setetes pun
minyak yang mengenai permukaan koin tersebut!
Panglima dan rakyat tercengang. Merela bersorak sorai
menyaksikan demonstrasi keahlian si penjual minyak. Dengan penuh kerendahan
hati, tukang minyak membungkukkan badan menghormat di hadapan panglima sambil
mengucapkan kalimat bijaknya, "Itu hanya keahlian yang didapat dari
kebiasaan yang terlatih! Kebiasaan yang diulang terus menerus akan melahirkan
keahlian."
Dari cerita diats, dapat daimbil satu hikmah, yakni betapa
luar biasanya kekuatan kebiasaan. Habit is power! Hasil dari kebiasaan yang terlatih dapat
membuat sesuatu yang sulit menjadi mudah dan apa yang tidak mungkin menjadi
mungkin. Demikian pula, untuk memperoleh kesuksesan dalam kehidupan, kita
membutuhkan karakter sukses. Dan karakter sukses hanya bisa dibentuk melalui
kebiasaan-kebiasaan seperti berpikir positif, antusias, optimis, disiplin,
integritas, tanggung jawab dan lain sebagainya. Kebiasaan yang diulang terus menerus, akan
melahirkan keahlian! Sekali lagi. Banyak
orang bisa karena biasa #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar