Senin, 03 Maret 2014

TOERI PENGEMBANGAN PENDIDIKAN ISLAM MULTIKULTURAL


Ust. Hefni zain
Pendidikan Islam berbasis multikultural dimaknai sebagai proses pendidikan Islam yang berprinsip pada demokrasi, kesetaraan dan keadilan, berorientasi kepada kemanusiaan, kebersamaan dan kedamaian serta mengembangkan sikap : mengakui, menerima dan menghargai keragaman berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi saw. Proses tersebut terwujud dalam bentuk perencanaan, implementasi dan evaluasi pendidikan[1]
Dalam konteks ini digunakan beberapa teori yang dianggap relevan dijadikan pisau analisis terhadap strategi pengembangan pendidikan Islam berbasis multikultural, diantaranya :
1.      Teori pengembangan pendidikan multikultural dari  James A Banks dan James A Lynch. Teori ini akan digunakan untuk menjelaskan model dan strategi pengembangan pendidikan berbasis multikultural, baik menyangkut  perencanaan, implementasi maupun evaluasinya.
Menurut James A Banks pendidikan berbasis multikultural dapat dikembangkan dengan cara mengintegrasikan materi-materi yang bersifat multikultural kedalam kurikulum pendidikan melalui penambahan (Additive) dan perubahan (Transformative). Penambahan dilakukan dilakukan dengan cara memperkenalkan tema-tema baru yang terkait dengan multikulturalisme ke dalam kurikulum yang sudah ada tanpa merubah strukturnya. Sementara perubahan dilakukan dengan cara memasukkan konsep, tema-tema, beragam paradigma dan persepktif  yang terkait dengan multikulturalisme ke dalam kurikulum dengan mengubah struktur kurikulum yang sudah ada[2].
Sementara dari James A Lynch diperoleh teori bahwa pengembangan pendidikan multikultural harus melibatkan tiga aspek, yaitu : perencanaan, implementasi dan evaluasi. Menurutnya, aspek perencanaan berkaiatan dengan perumusan tujuan (kompetensi), yang harus memasukkan minimal dua hal, yakni penghargaan kepada orang lain (respect for other) dan penghargaan terhadap diri sendiri (respect for self). Sedangkan  implementasi berkaitan dengan strategi pembelajaran, seperti : Diskusi kelompok kecil, Permainan, Simulasi, Bermain peran, Workshop, Kontaks dengan peserta didik yang berlatar belakang etnik minoritas dan aksi sosial. Sementara, evaluasi berkaitan dengan penilaian implementasi yang dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk menemukan kelemahan, bias dan dampaknya terhadap implementasi pendidikan multikultural[3].
Teori James A Lynch tentang pengembangan pendidikan multikultural menegaskan bahwa (a) Proses perencanaan disebut multikultural jika melibatkan banyak pihak secara demokratis, adil dan terbuka sehingga menghasilkan silabus dan rencana pembelajaran yang memuat nilai-nilai multikultural.(b) Implementasi pembelajaran disebut multikultural jika materi ajar dan strategi pembelajarannya memuat nilai-nilai multikultural sehingga melahirkan pengalaman belajar peserta didik (kognitif, afektif dan psikomotorik) yang bermuatan nilai-nilai multikultural .(c) Evaluasi pembelajaran disebut multikultural jika melibatkan banyak pihak secara demokratis, adil dan terbuka sehingga menghasilkan keputusan tentang perlunya perbaikan terhadap aspek perencanaan, implementasi pembelajaran yang belum memuat nilai-nilai multikultural[4].

2.      Teori pengembangan pendidikan multikultural dari Donna M.Gollnick, Konsep pluralisme dan multikulturalisme: paradigma baru pendidikan Islam dari  Muhaimin, Konsep al-tatsamuh,  al-adl, al-rahmah dan al-ihsan dari Abdul Latif Ibrahim, Konsep forgiveness toward humankind dari Abdul Aziz Sachedina,  Konsep toleransi dan demokratisasi dalam Islam dari Kholid Abul Fadil, akan digunakan untuk menganalisis nilai-nilai multikultural yang terdapat dalam pengembangan Pendidikan Islam
Teori pengembangan pendidikan multikultural dari Donna M.Gollnick  menyatakan bahwa Pendidikan multikultural harus memiliki program pendidikan yang yang memperhatiakn latar belakang etnik, bahasa dan budaya peserta didik, memuat konsep keragaman, penghargaan, keadilan, tolerasi yang jauh dari sikap rasisme, prejudis dan diskriminasi[5]
Sementara menurut Muhaimin, pendidikan Islam berbasis multikultural adalah pendidikan yang membahas tentang keragaman budaya, agama, suku, dan ras yang dikemas melalui kesadaran dan penghormatan yang tinggi terhadap segala perbedaan demi terciptanya tatanan masyarakat islamis, demokratis, pluralis, humanis dan inklusif. Model pendidikan ini menekankan kepada peserta didik mengenai pentingnya penghormatan terhadap keragaman dan pengakuan kesederajatan paedagogis terhadap semua orang yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh layanan pendidikan, apapun etnik, status sosial, agama dan jenis kelaminnya, Karena itu mendesak sekali “membumikan” pendidikan Islam berwawasan multikultural, sebab kesadaran akan pentingnya kemajemukan dan multikulturalisme dapat menjadi perekat baru integrasi bangsa yang sekian lama tercabik-cabik[6].
3.      Teori Cultural Pluralism: Mosaic Analogy yang dikembangkan Berkson, akan digunakan sebagai pisau analisis untuk menjelaskan langkah-langkah pimpinan tiga pondok pesantren tersebut dalam mengembangkan pendidikan Islam berbasis multikultural. Teori ini berpandangan bahwa masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang beragam latar belakang agama, etnik, bahasa, dan budaya, memiliki hak untuk mengekspresikan identitas budayanya secara demokratis. Teori ini sama sekali tidak meminggirkan identitas budaya tertentu, termasuk identitas budaya kelompok minoritas sekalipun. Masyarakat yang menganut teori ini, terdiri dari individu yang pluralistik, sehingga masing-masing identitas individu dan kelompok dapat hidup dan membentuk mosaik yang indah.

4.      Teori Simantik Dari Bill  Martin, akan digunakan untuk menganalisis faktor yang menjadi kendala dalam pengembangan pendidikan berbasis multikultural. Teori ini menyebutkan Multikulturalisme bukan "consumerist" tetapi "transformational",  yang memerlukan kerangka kerja. Karena itu pengembangan pendidikan multikultural, setidaknya memiliki dua makna, yakni pengembangan secara kuantitatif  dan kualitatif. Secara kuantitatif, bagaimana menjadikan pendidikan yang mengakomodasi semangat atau nilai-nilai multikulturalisme dapat menjadi lebih besar, merata dan meluas pengaruhnya dalam konteks pendidikan secara umum,. Adapun secara kualitatif, bagaimana menjadikan pendidikan multikultural agar menjadi lebih baik, berkualitas dan lebih maju.

5.      Konsep tentang al-ta’addudiyat (pluralisme) dan al-tanawwu’ (keragaman) dalam Islam dari  Muhammad Imaroh, akan digunakan untuk menjelaskan landasan implementasi pengembangan pendidikan Islam berbasis multikultural
Menurut Muhammad Imaroh, pendidikan multikultural paling sedikit mempunyai dua ciri, yaitu pengakuan akan kesederajatan, dan  pengakuan akan keanekaragaman budaya atau pluralisme budaya. Tujuan utama dari  pendidikan multikultural adalah untuk memahami perbedaan yang ada pada sesama manusia, serta bagaimana perbedaan itu diterima sebagai hal yang alamiah (sunnatullah), dan tidak menimbulkan tindak diskriminasi yang termanifestasi pada pola sikap iri, buruk sangka dengki dan sebagainya. Untuk memahami hal tersebut perlu mengenal prinsip-prinsip yang tercakup dalam pendidikan multikultural, yakni :  Al-Ukhuwah(persaudaraan), Al-Hurriyah (kebebasan), Al-Musawah (kesetaraan), dan Al-Adalah (keadilan).  Bersambung..



        [1]Abdulloh Aly Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren”,  (Jogjakarta, Pustaka Pelajar, 2011) hal 19 
         [2]James A.Banks Integrating The Curriculum  With  Etnic Content “ Dalam James A.Banks & Cherry A. McGee Banks. Multicultural Education : Issues and Persepctives. (Boston : Allyn And Bacon, 1989) hal 192 
         [3]James A.Lynch ,  Multicultural Education : Principle and Practice. (London: Routledge & Kagan Paul, 1986) hal 79 dan 94 
         [4]Ibid,  102 
         [5]Donna M. Gollnick Strategies for Multicultural Education . Dalam  Donna M. Gollnick & Philip C. Chinn :  Multicultural Education in a Pluralistic Society   (London: The CV Mosby Company, 1983) hal 305 
         [6]Prof.Dr. H.Muhaimin,MA dalam pengantar buku Pluralisme dan Multikulturalisme, Paradigma Baru Pendidikan Agama Islam di Indonesia (Jakarta, Rineka Cipta, 2011), xiv

Tidak ada komentar:

Posting Komentar