Sabtu, 27 Desember 2014

REKREASI YANG BERARTI & TAMASYA YANG BERMAKNA

Hefni Zain

Liburan adalah waktu yang selalu dinantikan-nantikan oleh banyak orang, mulai pelajar, mahasiswa hingga orang tua. Terdapat segudang rencana sudah disiapkan untuk menyambutnya. Ada yang ingin tamasya ke tempat wisata, ada yang ingin jalan-jalan bersama keluarga ke puncak atau ke pantai menikmati keindahan pemandangan alam yang nyaman. Ada pula yang ingin bersama teman-temannya keluar kota, luar pulau, luar negeri bahkan mungkin juga ke luar angkasa. Yang penting fun, seru, berkesan dan tak terlupakan. Rasanya tidak afdhal jika hanya tinggal di rumah
Hanya saja, yang harus ditekankan, rekreasi yang baik adalah rekreasi yang membawa arti, tamasya yang baik adalah yang mambawa makna. Sebaiknya ada sesuatu hikmah yang dapat diambil, bukan sekadar liburan dan hiburan, tapi juga menambah pengetahuan dan melatih kemandirian. Masa liburan memang sebaiknya benar-benar dipergunakan untuk liburan yang bermanfaat.
Rekreasi dalam bahasa Arab disebut (siyahah)  yaitu bepergian ke suatu tempat untuk suatu tujuan, bukan untuk berpindah tempat dan bukan untuk melakukan suatu pekerjaan. Rekreasi dengan tujuan bersantai, bersenang­-senang, menikmati indahnya alam, mengetahui tempat-tempat bersejarah dan lain sebagainya adalah dibolehkan asal tidak terdapat kemungkaran(Qs. Muhammad : 10, al-Ankabut  :20, al-Mulk :15, dan an-Nur :122)
Liburan yang bermanfaat pada hakikatnya sangat beragam. Bagi sebagian orang, liburan tidak selalu dihabiskan dengan berburu kesenangan. Banyak kegiatan lain yang layak dipilih mesti tidak populer. Tapi justru punya nilai lebih dibanding sekadar having fun. Liburan sebenarnya bisa dijadikan sarana untuk mengembangkan diri. Waktu luang yang begitu banyak akan lebih baik jika dilalui dengan aktivitas yang bermanfaat. misalnya: Mengikuti paket-paket kajian keislaman, paket bahasa asing, mempelajari keahlian baru, kursus menyetir, menjadi peserta out bound, menulis atau bersilaturrahmi. Atau di rumah saja, tetapi dalam keadaan membuat program “liburan” sendiri seperti berbenah rumah, berkebun, dll. Intinya upayakan agar anak selalu memiliki keahlian baru setelah liburan.
Mengisi liburan dengan jalan-jalan atau wisata tentu boleh-boleh saja dan tidak dilarang selama tidak melanggar aturan syara, tidak ada anjaman keselamatan dan tidak ada problem pada situasi alam dan situasi sosial, misalnya musim longsor, rawan banjir, rawan bom dan semacamnya yang mengancam dan membahayakan perjalanannya. Kecuali itu tidak ada ruginya  jika anak didorong untuk melakukan kegiatan yang punya nilai lebih, sekaligus mengajari mereka agar pandai menghargai waktu luang. Rasulullah saw telah mengingatkan kita melalui sabdanya: “Dua nikmat yang kebanyakan manusia lalai untuk memanfaatkannya dengan sebaik mungkin adalah kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Sejatinya terdapat banyak manfaat yang di dapat dari rekreasi, tamasya dan wisata apalagi ke alam terbuka, antara lain : dapat mempertebal keimanan, meningkatkan tafakur dalam merenung­i ciptaan Allah akan alam semesta (Qs.Ali-Imran:190-191), memperluas ta’aruf (Qs.Al-Hujurat:13), dapat mengambil ibrah dari rekreasi yang dilakukan, menyehatkan tubuh, menyegarkan, membugarkan dan merefreshing otak setelah sekian lama bergelut dalam kesibukan rutinitas.
Bila tamasya diniati seperti diatas, maka sangat dianjurka, baik oleh agama maupun oleh kesehatan. Tetapi bila sekedar mementingkan gaya hidup, prestise dan gengsi, dimana hakikat dan makna kehidupan yang sesungguhnya menjadi hilang, maka hal itulah yang perlu ditinjau ulang.
Kebutuhan untuk beristirahat, menyegarkan pikiran dan tubuh sejenak dari rutinitas sehari-hari melalaui wisata alam, wisata bahari, wisata religi, wisata kuliner memang kebutuhan yang cukup penting, ia bersifat melengkapi kebutuhan dasar, tetapi harus diadaptasikan dengan kesiapan budget yang direncanakan agar tidak memaksakan diri, sehingga dapat menyebabkan kedzaliman terhadap diri sendiri dan orang lain. Berlibur juga harus sesuai dengan ajaran agama Islam, yaitu tidak mendekat kepada perbuatan yang dilarang dalam Islam
Pada dasarnya berlibur adalah menyisihkan waktu dengan melaksanakan kegiatan yang dapat menyegarkan pikiran dan tubuhnya, atau menggunakan waktu dengan bersantai, terbebas dari rutinitas keseharian, namun tetap bernilai ibadah dan bermanfaat. Rasulullah saw telah memperingatkan agar bersikap seimbang dan tidak memberatkan diri sendiri, sabda beliau : “ Sesungguhnya agama ini mudah. Tiada orang yang memberatkan diri dalam urusan agama, kecuali ia akan dikalahkan. Maka mudahkanlah, mendekatlah, bergembiralah, dan gunakan sebaik mungkin waktu pagi, waktu sore dan sebagian waktu malam kalian (untuk memperbanyak kebaikan).” HR. Bukhari.
Salah satu bentuk liburan yang biasa dilakukan adalah dengan berwisata atau melakukan perjalanan keluar kota atau ke luar negeri. Hal ini tidak dilarang selama niat dan tujuannya adalah untuk mengambil pelajaran dan maslahah dalam merenungi keindahan ciptaan Allah swt dan menikmati indahnya alam sebagai pendorong jiwa manusia untuk menguatkan keimanan terhadap keesaan dan kekuasaan Allah swt dan memotivasi semangat menunaikan kewajiban hidup, baik itu beribadah maupun bekerja. Allah swt berfirman: “Katakanlah: ‘Berjalanlah di muka bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. Al-Ankabut: 20)
Sebenarnya masa liburan merupakan nikmat waktu luang. Setiap muslim harus menyadari hal ini, sehingga waktu liburan harus digunakan sebaik mungkin. Rasulullah saw telah memperingatkan, betapa banyak manusia yang terlalaikan dari nikmat waktu luang ini, dan hanya menuai kerugian belaka. Beliau bersabda,: “Ada dua nikmat yang kebanyakan orang tertipu darinya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Al-Bukhari).
Oleh karena itu setiap muslim sebaiknya memanfaatkan waktu liburan dengan  hal-hal yang bisa membawa manfaat, berkah dan bisa memberikan maslahah di dunia dan di akhirat. Rasulullah saw sendiri sebenarnya telah mencontohkan bagaimana sebaiknya umat muslim melakukan libur untuk menyegarkan tubuh dan pikiran, Liburan rutin yang dianjurkan adalah yang menyejukkan dan menguatkan jiwa.
Dengan begitu, rekreasi, selain didorong oleh rasa keingin tahuan, hendaknya juga didorong oleh kebutuhan pendidikan, keagamaan, kesehatan, kebudayaan dan kesenian, dan kepentingan hubungan keluarga. Hasil research para dokter di California menyebutkan manfaat liburan bagi kesehatan, adalah sebagai berikut :
1.  Hidup lebih lama
Penelitian yang dilakukan terhadap 749 wanita yang berumur 45-64 tahun di Amerika menunjukkan baik ibu rumah tangga maupun wanita kerja yang mengambil liburan memiliki peningkatan signifikan dalam penurunan serangan jantung. Ibu rumah tangga yang mengambil liburan sekali dalam enam tahun atau kurang memiliki hampir dua kali resiko timbulnya serangan jantung dibanding yang berlibur dua atau lebih per tahun.
2.  Menjaga sel otak
James Sands dari South Coast Institute for Applied Gerontology  meneliti 112 wanita yang berumur 65-80 dan menemukan ada hubungan antara rutinitas hidup yang banyak dengan menurunnya fungsi intelektual.
3.  Meningkatkan kepuasan hidup
Linda Hoopes dan John Lounsbury, peneliti Departemen Psikologi Universitas Tennessee mensurvey 128 pegawai sebelum dan sesudah liburan. Mereka menemukan ada suatu peningkatan dalam kepuasan hidup setelah liburan.
4.  Menurunkan ketegangan
Stress eksternal dan kegiatan kehidupan baik di tempat kerja atau rumah dapat membuat seseorang merasa gembira atau stress. Gejala-gejalanya termasuk perasaan lelah, tidak memiliki dorongan, tidak tertarik melakukan sesuatu, tidak antusias dan bahkan perasaan takut. Peneliti dari Departemen Psikologi Universitas Tel Aviv. Mina Westman dan Dove Eden menemukan perasaan tertekan dalam 76 pegawai menurun signifikan selama liburan.
5.  Memperbaiki kehidupan keluarga
Dilaporkan dalam An experiment in leisure (Science Journal, 1986), W.J. Kaiser menganalisa respon dari 390 pegawai pabrik baja yang melakukan liburan selama 13 minggu. Ia menemukan liburan ternyata dapat memberikan keuntungan bagi kehidupan keluarga. Para pekerja dilaporkan lebih tertarik dan berbagi kegiatan dengan pasangan dan anak-anak mereka.
Ada sesuatu yang mengandung unsur-unsur pengobatan keluar dari rutinitas sehari-hari dan menikmati lingkungan berbeda. Setiap liburan memiliki manfaat unik. Bahkan bagi beberapa orang paket liburan satu minggu yang diatur dapat memiliki keuntungan tahan lama. Kadang-kadang suatu perjalanan adalah suatu eksplorasi perjuangan dan orang merubah cara mereka memandang diri dan keadaan sulit mereka di rumah.
Al-Qur’an menegaskan “Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada”.  Ayat ini menegaskan bahwa yang terpenting dari wisata, rekreasi, tamasya dan berlibur adalah agar yang bersangkutan memperoleh manfaat dari apa yang disaksikan dan dipelajari di tempat-tempat yang telah dikunjungi, yang dengan semua itu tujuan akhirnya adalah mengembalikan rasa kebahagiaan yang tergerus oleh pakem rutinitas.

Nah jika esensi tujuan akhir dari rekreasi, tamasya dan berlibur adalah mendapat dan mengembalikan kebahagiaan, maka persoalannya bukan lagi suasana, keadaan dan tempat berlibur itu, bukan lagi kemana dan dimana berliburnya, melainkan bersama siapa kita saat itu. Anda berada di gubuk reot di tengah hutan tetapi bersama orang yang anda cintai, maka akan terasa sorga. Sebaliknya anda berada di hotel lantai 99 bertahtakan pualan, tetapi bersama orang yang anda benci, maka akan terasa neraka. Jadi kebahagiaan anda sejatinya tidak ditentukan oleh susana dan tempat, melainkan ditentukan oleh siapa yang bersama anda. Itulah sebabnya Rabiah al-Adawiyah berucap, saya tidak peduli apakah saya di sorga atau ndi eraka, yang penting cinta Allah selalu bersama dan menyertai saya #

RENUNGAN AKHIR TAHUN

Hefni Zain

Peristiwa pergantian waktu, seperti hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahun berganti tahun, sesungguhnya selain terdapat tanda tanda bagi orang yang berakal juga merupakan peringatan Allah swt  bagi orang orang yang mau berfikir. Allah berfirman dalam Alqur’an “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda tanda bagi orang yang berakal (Qs. 3 : 190).
 Pertanyaannya,  sudah berapa lama kita menikmati hidup di dunia ? dan sejauh itu pula apa yang telah kita lakukan sebagai pertanggung jawaban kepada Allah mengenai amanah itu ?  Seringkali Allah mengingatkan kita tentang singkatnya kehidupan dunia ini, bukan saja dengan firman firmannya, bahwa “setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati” bahkan kejadian di sekeliling kitapun seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran yang berharga. Pernahkah kita menyaksikan kematian kawan kita, tetangga kita, saudara kita, orang tua kita,   pasangan kita atau bahkan anak kita ? tidak cukupkah kejadian kejadian itu sebagai cermin ? Sayang sungguh sayang, kita sering berta’ziah kepada orang mati, memandikannya, mengkafaninya, mensholatinya,  bahkan menguburkannnya, namun kita menganggap seolah olah dia saja yang mati, hidup saya masih lama, sehingga lagi lagi kita terbuai dalam kubangan nafsu, melalaikan perintah perintah Allah.
Dalam surah At Takwir ayat 26 tatkala Allah swt  bertanya  kepada ibrahim “Fa ayna tadzhabun” (Maka kemanakah kamu akan pergi) ?, Ibrahim  menjawab dalam surat Assoffat ayat 99 “inni dzahibun ilaa rabbi sayahdin”(Sesungguhnya aku pergi menghadap Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku).
Bagi kita Fa ayna tadzhabun bisa bermakna : apa sebenarnya tujuan hidup kita ini ? akan dibawa kemana semua yang kita punya ?, Nabi Ibrahim mengajarkan jawaban mendasar yakni seluruh hidup kita, seluruh yang kita punya harusnya hanya dimaksudkan untuk  mendekat kepada Allah swt. Ini penting untuk direnungkan, karena dalam kehidupan sehari-hari, hal inilah yang sering kita abaikan, setiap saat kita terlalu sibuk dengan pernik-pernik dunia, setiap hari kita bekerja keras hanya untuk persiapan masa depan dunia yang fana dan sementara, tetapi kita lupa  mempersiapkan diri untuk masa abadi, masa milyaran tahun setelah ajal menjemput kita. Alangkah ruginya kita bila tidak memikirkan hal ini, kita akan menangis dalam tangisan yang berkepanjangan. Kita akan menyesal dalam penyesalan yang tiada lagi berguna.
Karena itu marilah kita memahami makna hidup dan mengisinya dengan hal hal yang berguna. Bukankah hidup ini harus dimanfaatkan dan bukan disia- siakan ?  Kita disebut hidup hanya jika kita mengisi waktu-waktu kita dengan pekerjaan yang bernilai. Ingatlah nilai kita hanya sebanding dengan yang kita kerjakan. Kita tidak mungkin mengharap hasil besar dari pekerjaan yang kita lakukan dengan kesungguhan kecil, apalagi kita ingin berhasil  pekerjaan yang kalau bisa tidak kita  kerjakan. Dan apa yang kita lakukan hari ini, merupakan kunci kebaikan atau kehancuran hari esok kita. Maka lakukanlah yang terbaik untuk hari ini dan jangan terbuai dengan  kesenangan yang  menipu. Maka tinggalkanlah kesenangan yang menghalangi tercapainya kesuksesan hidup. Dan berhati-hatilah, karena beberapa kesenangan adalah cara gembira menuju kegagalan
Jangan kita jadikan hidup ini seperti mati, jangan kita  mati  sebelum datang kematian yang sesungguhnya. Hidup ini tak ubahnya seperti perjalanan panjang, berangkat dari Allah dan akan menuju kepadaNya. Kita datang dari tiada, datang hanya singgah sementara untuk mempersiapkan diri menuju perjalanan abadi, tujuan hidup kita bukan disini, bukan untuk bermegah diri dan bersusah payah memperkaya diri, dunia ini bukan tempat tinggal yang sebenarnya, dunia ini hanya untuk mepersiapkan bekal untuk kita bawa pulang ke negeri asal kita, kampung aherat. Suka atau tidak, mau atau tidak, kita akan dipaksa untuk meneruskan perjalanan  kita. Sebuah perjalanan pasti membutuhkan bekal,  Allah berfirman : “Berbekallah kalian semua, dan sebaik baiknya bekal itu  adalah Taqwa” . Pertanyaannya, sudah cukupkah bekal kita untuk sampai kehadiratNya ? ini penting untuk direnungkan  agar kesempatan yang tersisa dapat kita manfaatkan dengan sebaik baiknya. Rasululloh Saw pernah bersabda : peliharalah lima hal sebelum datang lima hal yang lain, manfaatkan masa muda sebelum datang masa tua, pelihara masa sehat sebelum datang masa sakit, pelihara masa sempat  sebelum datang masa sempit, pelihara masa kaya sebelum datang masa miskin,  dan pelihara masa hidup sebelum datang saat kematian.
Seorang ulama’ Sufi mengilustrasikan umur manusia didunia sama dengan tiga hal, Pertama, nilai umur sama dengan berhutang kepada Allah.  Artinya sesuai dengan maha rahmanNya  tiap detik Allah swt telah memberikan nikmat tak terhingga kepada  manusia. Bila dihitung 1 tahun itu adalah sama dengan 365 hari, dalam jam sama dengan 8.760 jam, dalam menit sama dengan 525.600 menit, dan dalam detik sama dengan 31.536.000,-detik. Maka jika nikmat yang telah diberikan Allah harus kita bayar dalam bentuk rupiah, berapa rupiah dalam setahun yang harus kita keluarkan ? umur itu sama dengan bernafas, bernafas sama dengan berdetak jantung.  Dalam sehari semalam jantung manusia normal bekerja 115.200 kali secara non stop, siapa yang menggerakkan itu ? berapa biaya yang harus dikeluarkan kaitannya dengan proses kinerja jantung itu ? sungguh biar semua ahli matematika sedunia berkumpul untuk menghitung nikmat Allah, pasti mereka tidak akan mampu melakukannya. Sungguh nikmat Allah terlalu banyak, sementara tugas yang kita laksanakan adalah terlalu sedikit. Maka sesungguhnya setiap saat kita telah berhutang kepada Allah, dan kendati kita kumpulkan semua harta kita, pasti tidak akan cukup untuk mebayar hutang tersebut.  Firman Allah dalam Alqur’an : Dan jika kalian akan menghitung ni’mat Allah, niscaya kalian tidak akan mampu menghitungnya, sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha panyayang (Qs. An Nahl : 18).
Kedua, nilai umur sama dengan permainan dan sandiwara.  Pada dasarnya dalam hidup ini kita hanya bersandiwara, berputar putar pada persoalan yang hampir tidak berbeda. Bangun pagi sarapan, menuju pekerjaan, makan siang, istirahat sebentar tiba tiba matahari terbenam, kemudian tidur, besok pagi bangun seperti kemarin dan beberapa ribu hari kemarin dan begitu berulang ulang.  Pekerjaanpun hanya berkisar pada kegiatan yang hampir sama dengan kemarin, yang pasti kaum muda akan menjadi tua, yang hidup akan mati. Tidak pernah kita temukan orang terus muda hingga 100 tahun, juga tidak ditemukan orang terus hidup sepanjang masa. Kita hanya bersandiwara dan bermain, kalau tidak pandai bersandiwara, kita akan dipermainkan oleh saudiwara kita sendiri. Kita mengejar kebahagiaan, kita terus telusuri liku liku hidup yang kadang tajam, kita mengembara terlalu jauh, padahal yang kita cari ada didekat kita sendiri, paling dekat dari yang terdekat dengan kita. Yakni hati kita tempat kebahagiaan itu, tapi kadang kita tidak fungsikan itu, kita tak pedulikan peringatan Allah, kita bunuh hati kita dengan kebendaan, kita sakiti hati kita dengan bermacam macam keinginan.
Sungguh disayangkan kita terlalu bernafsu mengejar berbagai keinginan tiada henti, kita menyangka dibalik keinginan itu ada kebahagiaan padahal justru mengejar keinginan itu sama dengan mengejar penderitaan yang tidak pernah berakhir, sebab nafsu memang tak pernah mengenal kata puas meskipun diberi bumi dan langit. Silahkan mengejar keinginan tapi jangan lupa diri, silahakan mencari kepentingan hidup tapi jangan  lupa mati.
Ketiga, nilai umur sama dengan menungggu. Semua orang sepakat bahwa  seluruh kegiatan manusia pada hakekatnya hanyalah menunggu. Bangun pagi menunggu sarapan, selesai kerja menunggu pulang, orang bekerja menunggu gaji dan naik pangkat, orang miskin menunggu kaya, orang kaya menunggu tambah kaya, pagi menunggu siang, siang menunggu sore, sore menunggu malam, dan malam menuggu pagi lagi,  hari ini menunggu besok, bulan ini menunggu bulan depan, tahun ini menunggu tahun depan, tidur menunggu bangun, sakit menunggu sehat, masa muda menunggu masa tua,  hidup menunggu mati. dan begitu seterusnya.
Di akhir tahun ini, adalah saat yang tepat untuk menakar, mengintrospeksi, bermuhasabah dan mengevaluasi perbuatan kita, sudahkah kecintaan kita terhadap Allah ditempatkan diatas kecintaan kita kepada yang lainnya ? melebihi cinta kita terhadap pekerjaan, tempat tinggal dan harta? melebihi cinta kita thd keluarga kita ? Sudahkah kita mendahulukan kehendak Allah diatas kehendak kita sendiri ?  sudahkah kita memberikan yang terbaik yang paling kita cintai  untuk Allah semata ? Jawabannya tentu berpulang pada diri kita masing-masing. Yang  jelas dalam Al-Qur’an sudah ditegaskan “Belumlah sekali kali kamu sampai kepada  kebajikan yang sempurna, sebelum engkau berikan  apa yang paling kamu cintai  Kepada Allah swt (Qs Ali imran : 92)”
Saatnya melakukan inovasi dan kreasi  kearah yang lebih konstruktif, produktif  dan prospektif. Saatnya kita bertekad untuk berbuat yang lebih baik di masa-masa selanjutnya, sebab  sabda Nabi Saw: termasuk  celaka  orang yang prestasinya di hari ini lebih jelek dari yang kemarin, termasuk orang yang rugi apabila prestasinya hari ini hanya sama dengan yang kemarin. Orang yang beruntung itu adalah yang prestasinya hari ini adalah lebih baik dari yang kemarin .     Jangan sampai hanya tahunnya yang terus berganti baru tapi amal sholehnya masih tetap lama, seseorang boleh saja hidup sesuka hatinya tapi sadarlah bahwa semuanya akan mati, cintailah sekehendakmu apa saja yang engkau cintai tapi sadarlah bahwa engkau akan berpisah dengannya, Berbuatlah apa saja sekehendakmu tetapi sadarlah bahwa engkau akan dibalas menurut perbuatanmu itu. Setiap perbuatan pasti akan kembali kepada dirinya sendiri.

Bersyukurlah dari hal-hal manis dalam hidup kita,dan  belajarlah menjadi kuat dari hal-hal pahit yang menimpa kita, jangan risau dengan  ni’mat yang belum kita terima, Tetapi risaulah dengan ni’mat yang belum kita syukuri. Jangan pernah mengeluh apalagi mengutuk, bahkan terhadap sesuatu yang kita rasakan gelap. Karena sesungguhnya lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan #

WAWASAN MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Hefni  Zain

Tidak sedikit  para ahli yang menulis buku  tentang manajemen, dan mereka merumuskan konsep manajemen dari perspektif latar pendidikan dan kepentingannya masing masing,  James A.F. Stonner (1978:23) menyebutkan manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, kepeminpinan dan pengendalian semua sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Dalam pandangan Massie Joseph (1979:41), manajemen adalah proses perencanaan mengambil keputusan, mengorganisasikan, meminpin dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan, fasilitas dan informasi guna mencapai sasaran organisasi dengan cara efektif dan efisien.
Beberapa pakar yang lain menyebut bahwa manajemen merupakan ilmu, seni dan profesi. Disebut ilmu, karena manajemen  selain secara sistematik berusaha memahami mengapa dan bagaimana orang bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu, ia juga  telah memenuhi syarat sebagai suatu ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dalam kurun waktu yang lama dan memiliki serangkaian teori yang terus diuji dan dikembangkan dalam praktek manajerial pada lingkup organisasi.
Sebagai ilmu pengetahuan, manajemen bersifat universal dan mempergunakan krangka ilmu pengetahuan yang sistimatis mencakup kaidah-kaidah, prinsip-prinsip, dan konsep-konsep yang relevan dalam semua situasi manajerial, karenanya manajemen dapat diterapkan dalam setiap organisasi baik pemerintah, pendidikan, perusahaan, keagamaan, sosial dan sebagainya. Dengan kata lain, manajemen mutlak dibutuhkan oleh setiap organisasi, jika seorang manajer mempunyai pengetahuan tentang manajemen dan mengetahui bagaimana menerapkannya, maka dia akan dapat melaksanakan fungsi-fungsi manajerial secara efektif dan efisien
Selain sebagai ilmu pengetahuan, menurut Mary Parker Follet (1986 : 52) manajemen  juga sebagai seni untuk melaksanakan pekerjaan melalui orang lain (The art of getting done through people), definisi ini mengandung arti bahwa seorang manajer dalam mencapai tujuan organisasi melibatkan orang lain untuk melaksanakan berbagai tugas yang telah diatur oleh manajer. Oleh karena itu, keterampilan yang dimiliki oleh seorang manajer perlu dikembangkan baik melalui pengkajian maupun pelatihan. Karena manajemen dipandang sebagai seni, maka seorang manajer perlu mengetahui dan menguasai seni memimpin yang berkaitan erat dengan gaya kepemimpinan yang tepat dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi dan kondisi.
Melampaui itu, manajemen juga dapat disebut sebagai profesi karena manajemen dilandasi oleh keahlian khusus untuk mencapai prestasi manajer yang diikat dengan kode etik dan dituntut  bekerja secara profesional. Seorang profesional tentu harus mempunyai kemampuan konsepsional, kemampuan sosial dan kemampuan teknikal.
Kemampuan konsepsional adalah kemampuan mempersepsi organisasi sebagai suatu sistem, memahami perubahan pada setiap bagian yang berpengaruh terhadap keseluruhan organisasi, kemampuan mengkoordinasi semua kegiatan dan kepentingan organisasi. Kemampuan sosial atau hubungan manusiawi diperlihatkan agar manajer mampu bekerja sama dan memimpin kelompoknya dan memahami anggota sebagai individu dan kelompok. Adapun kemampuan teknikal berkaitan erat dengan kemampuan yang dimiliki manajer dalam menggunakan alat, prosedur dan teknik bidang khusus, seperti halnya teknik dalam perencanaan program anggaran, program pendidikan dan sebagainya.
 Jadi disebut sebagai profesi, karena serang manajer dituntut memiliki keahlian khusus untuk bekerja secara profesional. Oleh karena itu, seorang manajer harus membekali dirinya dengan kemampuan konseptual yang berkaitan dengan planning, organizing, actuating dan controlling (POAC) serta kemampuan sosial yang mengatur tentang hubungan manusiawi sehingga mampu mengimplementasikan gaya kepemimpinan yang relevan dalam berbagai situasi dan kondisi, juga kemampuan teknis yang dapat mendukung dalam pelaksakan program yang dijalankan. 
Dari berbagai rumusan ahli diatas, dapat disebutkan bahwa manajemen adalah kegiatan seseorang dalam mengatur organisasi, lembaga atau perusahaan yang bersifat manusia maupun non manusia, sehingga tujuan organisasi, lembaga atau perusahaan dapat  tercapai  secara  efektif  dan efisien.  Bertolak dari rumusan ini , terdapat beberapa unsur  yang inheren  dalam manajemen, antara lain :
1.      Unsur proses, artinya seorang manejer dalam menjalankan tugas manajerial harus mengikuti prinsip graduasi yang berkelanjutan.
2.      Unsur penataan, artinya dalam proses manajemen prinsip utamanya adalah semangat  mengelola, mengatur  dan  menata.
3.      Unsur implementasi, artinya, setelah diatur dan ditata dengan baik perlu dilaksanakan secara profesional.
4.      Unsur kompetensi. Artinya sumber-sumber potensial yang dilibatkan baik yang bersifat manusia maupun non manusia mesti berdasarkan kompetensi, profesionalitas dan kualitasnya.
5.      Unsur tujuan yang harus dicapai, tujuan yang ada harus disepakati oleh keseluruhan anggota organisasi. Hal ini agar semua sumber daya manusia mempunyai tujuan yang sama dan selalu berusaha untuk mensukseskannya. Dengan demikian tujuan yang ada dapat dijadikan sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas dalam organisasi.
6.      Unsur efektifitas dan efisiensi. Artinya, tujuan yang ditetapkan diusahakan tercapai secara efektif dan efisien.
Relevan dengan hal diatas, Hamzah (1994:32) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Pendidikan islam  adalah aktivitas memadukan sumber-sumber pendidikan islam agar terpusat dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya, dengan kata lain manajemen pendidikan islam merupakan mobilisasi segala sumberdaya pendidikan islam untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Maka manajemen pendidikan Islam hakekatnya adalah suatu proses penataan dan pengelolaan lembaga pendidikan Islam yang melibatkan sumber daya manusia  dan non manusia dalam menggerakkannya mencapai tujuan pendidikan Islam  secara efektif dan efisien.”.
   Yang disebut “efektif dan efisien” adalah pengelolaan yang berhasil mencapai sasarannya dengan sempurna, cepat, tepat dan selamat. Sedangkan yang “tidak efektif” adalah pengelolaan yang tidak berhasil memenuhi tujuan karena adanya mis-manajemen, maka manajemen yang tidak efisien adalah manajemen yang berhasil mencapai tujuannya tetapi melalui penghamburan atau pemborosan baik tenaga, waktu maupun biaya.
Reddin (1970:135) memberikan beberapa gambaran tentang perilaku manajer yang efektif,  antara lain : pertama, mengembangkan potensi para bawahan,  kedua, memahami dan tahu tentang apa yang diinginkan dan giat mengejarnya, memiliki motivasi yang tinggi,  ketiga, memperlakukan bawahan secara berbeda-beda sesuai dengan individunya, dan keempat, bertindak secara team manajer.
Seorang manajer tidak hanya memanfaatkan tenaga bawahannya yang sudah ahli atau trampil demi kelancaran organisasi yang dia pimpin saja, tetapi  juga memberikan kesempatan pada bawahannya agar mereka dapat meningkatkan keahlian atau ketrampilannya.  Manajer Pendidikan Islam pada umumnya hanya tahu apa tugas mereka agar proses pendidikan dapat berlangsung konstan, tetapi acapkali mereka kurang mampu mengantisipasi secara akurat perubahan yang bakal terjadi di masyarakat pada umumnya dan dalam dunia pendidikan Islam khususnya. Akibatnya  mereka hanya tenggelam dalam tugas-tugas rutin organisasi keseharian tetapi sangat sulit melakukan inovasi progresif nan memungkinkan dicapainya tujuan organisasi secara lebih improve dan membanggakan.
Reddin (1970 : 138) menunjukkan defferensiasi manajemen yang efektif dengan manajemen yang efisien sebagai berikut :

N
MANAJEMEN EFEKTIF
MANAJEMEN EFISIEN
1
Membuat yang benar
Mengerjakan dengan benar
2
Mengkreasikan berbagai alternatif
Menyelesaikan berbagai masalah
3
Mengoptimalkan berbagai sumber pendidikan
Mengamankan berbagai sumber pendidikan
4
Memperoleh hasil pendidikan.
Mengikuti tugas-tugas pekerjaan
5
Meningkatkan keuntungan pendidikan
Merendahkan biaya pendidikan

Defferensiasi ini penting difahami agar para manajer berupaya menyeimbangkan antara efektif dan efisien dalam manajemennya, sebab manajemen yang efektif saja sesunggunhnya merupakan pemborosan, sebaliknya manajemen yang efisien saja sulit memenuhi tujuan lembaga  pendidikan islam yang di idealkan.
Sejatinya  manajemen berhubungan erat dengan usaha untuk tujuan tertentu dengan jalan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia dalam organisasi atau lembaga pendidikan Islam dengan cara yang sebaik mungkin. Manajemen bukan hanya mengatur tempat melainkan juga mengatur orang per orang, dalam mengatur orang, tentu diperlukan seni atau kiat agar setiap orang yang bekerja dapat menikmati pekerjaan mereka.
Dalam proses manajemen, fungsi-fungsi manajemen digambarkan secara umum dalam tampilan prangkat organisasi yang dikenal dengan sebutan teori manajemen klasik. Para pakar manajemen mempunyai perbedaan pendapat dalam merumuskan proses manajemen, Bagi Poul Mali (1981 : 54), fungsi manajemen meliputi : planning, organizing, staffing, directing and controlling. Sedangkan dalam pandangan Wayne (1988 : 32) fungsi manajemen meliputi : planning, organizing, leading and controlling. Sementara menurut Peter Drukcer (1954 : 87) proses manajemen dimulai dari planning, organizing, staffing, directing, coordinating, reporting, dan budgeting. Dan menurut Made Pidarta (1988 : 85) manajemen meliputi : planning, organizing, comanding, coordinating, controlling
Berdasarkan uraian diatas, yang wajib ada dalam proses manajemen minimal empat hal, yakni : planning, organizing, actuating, controlling, (POAC).  Empat hal ini prosesnya digambarkan dalam bentuk siklus karena adanya saling keterikatan antara proses yang pertama dengan proses berikunya, begitu juga setelah pelaksanaan controlling lazimnya dilanjutkan dengan membuat planning baru.
Dalam hal ini para pakar manajemen pendidikan Islam merumuskan siklus proses manajemen pendidikan Islam diawali oleh adanya sasaran yang telah ditetapkan terlebih dahulu, lalu disusunlah rencana untuk mencapai sasaran tersebut dengan mengorganisir berbagai sumber daya yang ada baik materiil  maupun non materiil  lalu berbagai sumberdaya tersebut digerakkan sesuai jobnya masing masing, dan dalam aktuating tersebut dilakukan pengawasan agar proses tersebut tetap sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya.
Perencanaan pendidikan islam adalah proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan kegiatan yang akan dikerjakan pada waktu yang akan datang untuk mencapai sasaran atau tujuan pendidikan islam yang telah dirumuskan dan ditetapkan sebelumnya.
Dalam islam keharusan membuat perencanaan yang teliti sebelum melakukan tindakan banyak disinyalir dalam teks suci, baik secara langsung maupun secara sindiran (kinayah), misalnya dalam islam diajarkan bahwa upaya penegakan yang ma’ruf dan pencegahan yang munkar membutuhkan sebuah perencanaan dan strategi  yang baik, sebab bisa jadi kebenaran yang tidak terorganisir dan terencana  akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisir dan terencana. 
Meskipun Alqur’an menyatakan yang benar pasti mengalahkan yang bathil (al Isra’ : 81), namun Allah  lebih mencintai dan meridhoi kebenaran yang diperjuangkan dalam sebuah barisan yang rapi, terencana  dan teratur ( as  shaff : 4) . Setelah perencanaan, dilanjutkan dengan pengorganisasian, yakni proses penataan, pengelompokan dan pendistribusian tugas, tanggung jawab dan wewenang kepada semua perangkat yang dimiliki menjadi kolektifitas yang dapat digerakkan sebagai satu kesatuan team work dalam mencapai tujuan  yang telah ditentukan secara efektif dan efesien. Dalam Qs. 6 : 132 ditegaskan  bahwa “Setiap orang mempunyai tingkatan menurut pekerjaannya masing-masing.
Sewaktu Rasulullah membentuk atribut-aribut negara dalam kedudukan beliau sebagai pemegang kekuasaan tetinggi, beliau membentuk organisasi yang didalamnya terlibat para sahabat beliau yang beliau tempatkan pada kedudukan menurut kecakapan dan ilmu masing-masing. Tidak dapat dipungkiri bahwa Rasulullah adalah seorang organisatoris ulung, administrator yang jenius, dan pendidik yang baik yang menjadi panutan, karena itu beliau disebut sebagai panutan yang baik (uswatun hasanah).
Setelah planning dan organizing, dalam siklus manajemen pendidikan islam dilanjutkan dengan actuating, yakni proses menggerakkan atau merangsang anggota anggota kelompok untuk melaksanakan tugas mereka masing masing dengan kemauan baik dan antusias.
Fungsi Actuating berhubungan erat dengan sumber daya manusia, oleh karena itu seorang pemimpin pendidikan Islam dalam membina kerjasama, mengarahkan dan mendorong kegairahan kerja para bawahannya perlu memahami seperangkat faktor-faktor manusia tersebut, karena itu actuating bukan hanya  kata-kata manis dan basa-basi, tetapi merupakan pemahaman radik akan berbagai kemampuan, kesanggupan, keadaan, motivasi, dan kebutuhan orang lain, yang dengan itu dijadikan sebagai sarana penggerak mereka dalam bekerja secara bersama-sama sebagai taem work.
Siklus terakhir adalah controlling, yakni proses pengawasan dan pemantauan terhadap tugas yang  dilaksanakan, sekaligus memberikan penilaian, evaluasi dan perbaikan sehingga pelaksanaan tugas kembali sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
Menurut Siagian (1983 : 21) fungsi pengawasan merupakan upaya penyesuaian antara rencana yang telah disusun dengan pelaksanaan dilapangan, untuk mengetahui hasil yang dicapai benar-benar sesuai dengan rencana yang telah disusun diperlukan informasi tentang tingkat pencapaian hasil. Informasi ini dapat diperoleh melalui komunikasi dengan bawahan, khususnya laporan dari bawahan atau observasi langsung. Apabila hasil tidak sesuai dengan standar yang ditentukan, pimpinan dapat meminta informasi tentang masalah yang dihadapi. Dengan demikian tindakan perbaikan dapat disesuaikan dengan sumber masalah. Di samping itu, untuk menghindari kesalahpahaman tentang arti, maksud dan tujuan pengawasan antara pengawas dengan yang diawasi perlu dipelihara jalur komunikasi yang efektif dan bermakna dalam arti bebas dari prasangka nigatif dan dilakukan secara berdayaguna dan berhasilguna, al hasil, tujuan pengawasan pendidikan Islam haruslah konstruktif, yakni benar benar  untuk memperbaiki, meningkatkan efektifitas dan efisiensi #


MENGELOLA INSTITUSI PENDIDIKAN ISLAM

Hefni Zain

Sepanjang sejarah peradaban manusia telah terbukti bahwa dinamika organisasi adalah sangat tergantung pada para pemimpin penyelenggara organisasi tersebut. Fasiltas yang lengkap seperti, gedung megah atau alat perlengkapan yang canggih hanyalah benda benda non produktif yang bisa efektif manakala digerakkan oleh orang-orang yang kompeten, bertanggung jawab, jujur, dan memiliki  kemauan kuat untuk mencapai  cita-cita dan tujuan ideal organisasinya. Oleh sebab itu faktor manusia merupakan komponen paling vital dalam sebuah organisasi.
Dari berbagai posisi orang-orang dalam organisiasi, pemimpin merupakan unsur terpenting, karena merekalah yang memiliki otoritas dan kemampuan mempengaruhi dan menggerakakan bawahannya bekerja mencapai tujuan. Oleh karena itu  wacana diseputar pemimpin dan kepemimpinan hingga kini masih tetap aktual dan menarik untuk dikaji.
Pemimpin merupakan faktor penentu sukses dan tidaknya program dan kegiatan organisasi, oleh karena itu seorang pemimpin tidak boleh hanya mengorientasikan kepemimpinannya pada hal yang normatif saja, dibutuhkan berbagai terobosan baru sebagai langkah inovasi agar lembaga yang dipimpinnya mencapai tujuan maksimal.
ketika seseorang berposisi sebagai manager lembaga pendidikan Islam, sudah barang tentu di benaknya tergambar bahwa tugas yang harus diemban adalah memajukan lembaganya, dengan cara menggerakkan seluruh potensi yang ada, guna mencapai tujuan yang diinginkan. Cita-citanya, ketika itu, ialah saya harus berhasil dan tidak boleh gagal. Hanya dalam kenyataannya, tidak semua orang mampu meraih keberhasilan itu. Pada umumnya, para manager lembaga pendidikan Islam sudah memahami bahwa lingkup tugas-tugas managerial adalah menyusun perencanaan, mengorganisasi semua kegiatan dan potensi yang ada, menyusun anggaran, mengarahkan, mengontrol dan mengevaluasi. Selain itu, mereka juga memahami bahwa bagian dari tugas pimpinan lembaga pendidikan Islam adalah merumuskan visi, misi secara jelas. Akan tetapi, lagi-lagi, hasil yang diperoleh tampak variatif, sebagian berhasil, sedang sebagian lainnya kurang berhasil dan bahkan ada yang selalu mengalami kegagalan. 
Memanage orang pada kenyataannya tidak selalu mudah. Hal itu disebabkan oleh karena setiap manusia memiliki kharakteristik, watak, prilaku, kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda. Sifat dan cirri-ciri yang berbeda-beda itulah yang menyebabkan mereka tidak sedemikian mudah diajak mencapai satu tujuan yang sama. Perbedaan yang bersifat individual maupun kelompok diakibatkan oleh perbedaan latar-belakang sejarah hidup, tingkat ekonomi, budaya, idiologi, latar-belakang pendidikan dan mungkin pembawaan sejak lahir. Tetapi anehnya, sekalipun begitu, kadangkala juga ditemukan fenomena sebaliknya, bahwa memimpin dan mengatur orang merupakan kegiatan yang amat mudah. Sebab, ternyata masing-masing orang, tanpa intervensi pihak luar, sudah memiliki kemampuan menata diri sendiri. Dalam kaitan mencari upaya strategis memanage dan memimpin orang perlu dicari prinsip-prinsip dasar seperti apa yang dapat dijadikan kekuatan penggerak organisasi lembaga pendidikan Islam ini. Uraian berikut merupakan hasil renungan dan hasil pengamatan saksama, kapan seseorang mudah digerakkan dan diarahkan pada tujuan-tujuan organisasi, termasuk pada lembaga pendidikan Islam. 
Sebagai kunci utama yang harus ditumbuh-kembangkan pada semua lapisan organisasi adalah rasa cinta pada lembaga, yakni lembaga pendidikan Islam. Cinta atau dalam bahasa lainnya adalah integritas tinggi, merupakan kunci keberhasilan. Berbagai fenomena kehidupan, ternyata cinta/kasih sayang menjadi sumber kekuatan kehidupan, keberhasilan dan bahkan juga kejayaan. Seseorang lahir, tumbuh dan berkembang sempurna oleh karena adanya cinta dan kasih sayang. Tumbuh-tumbuhan, binatang dan bahkan alam ini menjadi tumbuh dan berkembang oleh karena karunia Allah atas sifat-Nya mulia yaitu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Begitu pula manusia menjadi hidup dan bahagianya oleh karena cinta-Nya kepada makhluk yang dimuliakan ini. Sebaliknya, alam dan lingkungan hidup menjadi rusak, manusia saling bermusuhan atau perang, saling membunuh satu sama lain, oleh karena di sana tidak ada cinta.
Cinta adalah merupakan fenomena hati, tetapi ternyata juga dapat ditumbuh-kembangkan dan bahkan dapat diukur lewat prilaku yang tampak. Orang yang telah mencintai sesuatu biasanya tidak saja akan memperlakukan sesuatu itu secara baik, melainkan dan bahkan akan bersedia berkorban demi cinta yang diberikannya. Membangun cinta dapat dimulai dari proses mengenali (ta^aruf) yang akan menghasilkan pemahaman. Pemahaman yang mendalam akan melahirkan suasana penghormatan (tadhomun) atau menghargai dan selanjutnya akan tumbuh suasana mencintai. Islam sesungguhnya membangun tradisi ta^aruf yang sedemikian kukuh lewat berbagai aktivitas spiritual maupun social. Pertanyaannya adalah, adakah kesediaan para pemimpin dan manager lembaga pendidikan Islam membagi-bagikan cita dan kasih sayangnya secara menyeluruh dan mendalam termasuk menumbuh-kembangkannya kepada semua komponen yang ada (para dosen, guru dan karyawan) lewat tradisi yang diajarkan Islam melalui bebagai kegiatan spiritual dan social itu. 
Sikap mental yang harus dibangun selanjutnya adalah keikhlasan. Memanage lembaga pendidikan Islam harus didudukkan dalam konteks beribadah kepada Allah secara penuh dan mendalam. Konsep ini dalam bahasa Islam adalah lillah. Suasana batin yang mengarahkan kegiatannya hanya semata-mata didasari oleh niat untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau kelompok dalam berbagai bentuknya tidak akan mengantarkan yang bersangkutan memiliki integritas yang tinggi. Jiwa ikhlas yang tumbuh dan berkembang dari seorang pimpinan lembaga pendidikan Islam, akan melahirkan suasana ruhhul jihad. Jika suasana ini mampu ditumbuh-kembangkan, lembaga pendidikan telah memiliki kekuatan yang kukuh yang diperlukan olehnya. 
Selanjutnya adalah adanya kesadaran dan bertanggung-jawab merupakan sikap mental yang harus dibangun secara bersama. Setiap muslim harus membangun keyakinan bahwa semua amal perbuatan harus dapat dipertanggung-jawabkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pertanggung-jawaban jangka pendek diberikan pada setiap saat, sedangkan tanggung-jawab jangka panjang diberikan kepada Allah swt., di akherat nanti. Seorang muslim dan mukmin harus meyakini adanya hari atau waktu di mana semua perjalanan hidup seseorang dimintai pertanggung-jawaban. Kesadaran yang mendalam tentang konsep ini semestinya mampu membangun sifat kejujuran yang seharusnya disandang oleh pimpinan dan seluruh unsur yang terlibat dalam kepemimpinan lembaga pendidikan Islam. 
Prinsip penting lainnya adalah bahwa seorang manager harus mempertegas keyakinannya bahwa Allah adalah dzat yang harus selalu menjadi sentral perhatian baik dalam pengabdian (ibadah) maupun dalam mendapatkan pertolongan. Keyakinan seperti ini menumbuhkan sikap mental yang menjadikan dirinya tidak terikat oleh kekuatan apapun bentuknya dan dari manapun datangnya. Mereka akan menganggap bahwa tidak ada makhluk apapun yang dapat mengkooptasi dan menghegemonik. Mereka akan memiliki pikiran dan kemauan bebas dalam membawa lembaganya pada tujuan yang diinginkan. Lebih dari itu, keyakinan seperti ini akan mampu memposisikan lembaga pendidikan yang dikembangkan tidak lebih sekedar sebagai instrument untuk mencapai ridho Allah semata. Kemajuan lembaga pendidikan Islam bukan dipahami sebagai tujuan, melainkan sekedar sebagai instrumen untuk meraih tujuan akhir yang akan dituju dalam hidupnya. 
Memanage orang sama artinya dengan mempengaruhi hati dan pikiran orang-orang. Pekerjaan mengarahkan hati dan pikiran orang tidaklah mudah. Oleh karena itu seorang manager atau pemimpin lembaga pendidikan Islam harus selalu memohon petunjuk kepada Allah swt. Petunjuk itu sesungguhnya telah terbentang luas, baik yang tertulis maupun yang dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari. Petunjuk tertulis berupa kitab suci al Qur^an dan tauladan kehidupan yang diberikan oleh Muhammad sebagai rasul-Nya. Petunjuk yang tidak tertulis tersebar luas di alam atau jagad raya ini. Manusia dengan ketajaman akal, hati dan penglihatannya akan mampu menangkap ayat-ayat Allah ini. 
Manager harus juga sadar betapa pentinya sejarah. Sejarah menunjukkan bahwa jagad raya ini telah dihuni oleh orang-orang yang berhasil memperoleh nikmat, tetapi selain itu juga dihuni oleh orang-orang yang gagal dalam hidup, sehingga mereka memperoleh laknat. Sejarah dapat juga mengenai peristiwa masa lalu yang jauh sebelum kita, tetapi dapat pula berupa peristiwa-peristiwa tentang hal apa saja di sekitar kita yang pernah dapat dilihat dengan mudah. Semua itu dapat menjadi pelajaran untuk membangun sikap, perilaku, watak yang menyelamatkan dalam kehidupan dan bukannya yang menyesatkan, termasuk pelajaran untuk mengelola lembaga pendidikan Islam. 
Jika seorang manager mampu membangun watak, kharakter dan perilaku pribadi dan juga semua orang yang menjadi tanggung-jawabnya, sehingga memiliki prinsip-prinsip hidup sebagaimana diurai di muka, maka sesungguhnya sebagian besar tugasnya telah selesai. Selain itu, jika prinsip-prinsip itu pula telah merasuk pada hati sanubari yang mendalam pada seluruh komponen yang ada, maka persoalan apapun yang ada dalam lembaga pendidikan Islam akan dapat diselesaikan dengan mudah. Persoalannya adalah, bagaimana hal itu benar-benar dapat diwujudkan oleh pemimpin dan manager pendidikan Islam di semua tingkatan ?. Itulah yang menjadi persoalan besar kita bersama. 

Jumat, 26 Desember 2014

WAWASAN PENDIDIKAN ISLAM UNTUK GURU TPA

Hefni Zain

Pendahuluan
Secara umum Pendidikan Islam dirumuskan sebagai usaha yang sistimatis, terencana dan metodologis dalam  membimbing anak didik agar memiliki seperangkat pengetahuan, keterampilan dan sikap yang utama demi terbentuknya SDM yang berkwalitas untuk diarahkan mengikuti jalan Islami sebagai pandangan hidupnya guna memperoleh kebahagiaan hidup di  dunia dan di akherat (Asrof,1998:14).  Dengan demikian, proses pendidikan Islam sesungguhnya bukan  sekedar menyampaikan informasi keislaman, tetapi yang  lebih substansial adalah menyalakan himmah, semangat dan etos Islam dalam setiap jiwa peserta didik.
Pendidikan Islam sebagaimana rumusannya diatas memiliki beberapa prinsip yang membedakannya dengan pendidikan lainnya, antara lain : Prinsip tauhid, integrasi, keseimbangan, persamaan dan prinsip keutamaan. Sedangkan tujuan utama pendidikan Islam adalah untuk membentuk manusia beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, memiliki pengetahuan dan keterampilan, berkepribadian integratif, mandiri dan menyadari sepenuhnya peranan dan tanggung jawab dirinya di muka bumi ini sebagai abdulloh dan kholifatulloh melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan serta pengalaman agama Islam kepada peserta didik sebagai pedoman hidupnya sekaligus sebagai kontrol terhadap pola fikir dan pola laku dalam hidup keseharian mereka (Kemenag RI, 2007 : 8)
            Secara pragmatis, Pendidikan Islam adalah alat untuk mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi masa depannya, sedangkan masa depan selalu ditandai oleh berbagai perubahan yang sangat dinamis, kompetitif dan cepat terutama dibidang IPTEK sebagai konsekwensi logis dari perkembangan nalar manusia.  Karena itu pendidikan Islam mesti dirancang sedemikian rupa untuk mempersiapkan minimal dua hal, pertama mepersiapkan peserta didik memiliki kreativitas sehingga punya kemampuan beradaptasi dengan kemungkinan-kemungkinan masa depan, dan kedua mepersiapkan peserta didik memiliki kompetensi kognitif, afektif dan psikomotorik yang memadai sehingga ada jaminan yang jelas bagi mereka untuk tetap survive menghadapi kehidupan masa depannya (Nata, 2006 : 14).
Dengan pengembangan dua aspek diatas secara integral, diharapkan peserta didik memiliki SDM yang tidak saja siap pakai, tetapi juga siap hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat  beberapa pakar psikolog yang menyebutkan bahwa IQ hanya menyumbangkan 20 % dalam kesuksesan seseorang, sementara  80 % nya adalah ditentukan oleh faktor CQ. Dan diantara instrumen dari CQ adalah mood management (manajemen suasana hati), sedangkan hati merupakan salah satu komponen sikap mental yang sangat besar pengaruhnya terhadap prilaku seseorang, pakar psikolog menyebutkan bila pengetahuan tinggi, keterampilan juga tinggi, tapi sikap mental rendah maka akan menghasilkan SDM yang rendah, sebaliknya bila pengetahuan dan keterampilan rendah  tapi sikap mental tinggi, maka akan menghasilkan SDM yang tinggi. 
Guru sebagai komponen utama pendidikan.
Sebagai sebuah sistem, pendidikan Islam mengandung berbagai komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya. Komponen tersebut meliputi : tujuan, kurikulum, guru, strategi pembelajaran, sarana prasarana dan evaluasi. Dan faktor terpenting dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam adalah para guru yang sehari-harinya bekerja di lapangan, sebab betapapun bagusnya komponen lain yang ada, hasilnya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan guru di dalam maupun di luar kelas. Karena itu optimal tidaknya pencapaian tujuan pendidikan Islam sejatinya sangat ditentukan oleh kompetensi para guru yang terlibat langsung dalam proses pendidikan (Zain, 2003 : 21)
Keberhasilan guru, khususnya dalam konteks pembelajaran dapat diukur dari dua segi, yakni segi proses dan segi produk. Dari segi proses, guru dapat disebut berhasil, apabila mampu melibatkan secara aktif sebagian besar siswanya dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi produk, guru dikatakan berhasil apabila proses pembelajaran yang dilakukannya mampu mengembangakan kretifitas para siswa yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku pada sebagian besar siswa kearah yang lebih baik (Muhaimin, 2008 : 51)
Guru yang baik bukan saja yang menguasai materi pembelajaran dengan baik, tetapi juga mampu memahami karakter masing-masing peserta didiknya dan mampu menerapkan metode pembelajaran yang relevan (Barmawi dkk, 2004 : 3).  Al-Qur’an memberikan prinsip dasar mengenai metode mengajar yang baik, antara lain dalam Qs. 16 : 125  “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula. Dan Qs.3 : 115 “ Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
Guru adalah orang yang mempunyai banyak ilmu, mau mengamalkan ilmunya dengan sungguh-sungguh, toleran terhadap siswa-siswinya dan menjadikan siswa-siswinya lebih baik dalam segala hal. Hakekat guru adalah orang yang senantiasa merasakan keberhasilan dan kegagalan anak didiknya sebagai keberhasilan dan kegagalan yang ia miliki dan rasakan sendiri. Karena itu seorang guru mesti mampu mengintegrasikan penguasaan meteri dan metode, teori dan praktek, unsur seni, ilmu, teknologi dan skill  bagi peserta didiknya dalam proses belajar mengajar. ( Thoifuri, 2007 : 7)
Mengingat posisi guru sangat strategis dalam proses pembentukan tingkah laku, kepribadian, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan peserta didik, maka kledudukan guru dalam kehidupan masyarakat  ditempatkan dalam posisi terhormat, hal ini menuntut para guru untuk lebih serius meningkatkan kompetensi, dedekasi dan keteladanan dirinya, sehingga tetap layak digugu dan ditiru sebagai teladan tanpa tanda jasa.
Diantara karakteristik yang lazim dimiliki seorang  guru  antara lain adalah : (1) Pandai dan mempunyai wawasan luas, (2) Keilmuannya semakin hari semakin meningkat (3) Meyakini bahwa yang disampaikan adalah sesuatau yang benar dan bermanfaat (4) Senantiasa berfikir objektif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah (5) Memiliki dedekasi, motivasi dan loyalitas (6) Bertanggung jawab terhadap kwalitas dan kepribadian moral (7) Mampu merubah sikap siswa kepada yang lebih baik  (8) Menjauhkan diri dari bentuk perbuatan tercela dan (9) Kaya inovasi, kreasi dan inisiatif.
Dalam UU No. 14 tahun 2005 disebutkan bahwa kompetensi guru dapat diklasifikasikan menjadi empat macam, yakni kompetensi personal, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi manajerial.
 Kompetensi personal adalah berkaitan dengan aspek karakteristik dan kepribadian seorang guru sebagai figur yang dapat digugu dan ditiru teruatama oleh para siswanya. Disebutkan dalam UU No. 14 tahun 2005 ”bahwa pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukannya sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya”.
Komptensi profesional adalah berkaitan dengan aspek keahlian, kapabilitas dan kredebelitas seseorang sebagai guru. Dalam konteks ini tugas guru meliputi : tugas mendidik, mengajar dan melatih, karena itu ia dituntut menguasai materi pembelajaran dengan baik, menguasai berbagai macam strategi dan metode pembelajaran dengan baik dan mampu menerapkannya secara variatif, menguasai berbagai macam media pembelajaran dengan baik, serta trampil mengelola kelas
Sementara kompetensi sosial adalah berkaitan dengan tugas dirinya yang tidak hanya terbatas di sekolah, akan tetapi juga sebagai anggota masyarakat, Dalam kompetensi ini guru berkewajiban terlibat secara aktif dalam proses pencerahan dan pembebasan masyarakat, serta ikut menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat khusnya menyangkut problem kebodohan dan keterbelakangan. Intinya ditengah-tengah masyarakat, seorang guru berkewajiban memberi contoh dan teladan yang baik terhadap masyarakat sekitarnya yang menerapkan ing ngarso sung tuludo, ing madya mangun karso dan tut wuri handayani.  
Sedangkan kompetensi managerial adalah berkaitan dengan kemampaun guru dalam menguasai manajemen pendidikan. Selama ini kebanyakan orang mempersepsi  tugas dan kewajiban guru hanya terbatas pada mendidik dan mengajar, padahal agar kedua tugas tersebut dapat dicapai secara optimal, seorang guru harus melibatkan diri dalam masalah manajemen, dalam konteks ini tenaga pendidik atau guru juga berperan sebagai manajer.
Catatan Penutup
Tidak mudah menjadi guru TPQ, sebab yang dihadapi adalah para bocah yang berada pada fase paling sensitif yang sekaligus merupakan fese emas perkembangannya. Sedikit saja terdapat kekeliruan pada fase ini maka akan fatal akibatnya pada perkembangan anak di fase berikutnya. Fase ini merupakan titik strategis dalam proses pembentukan karakter dan kepribadian anak dimasa selanjutnya. Ia merupakan babak awal dari episode kehidupan anak yang terus bersambung dan dipastikan berpengaruh besar terhadap jalan cerita seorang anak pada episode berikutnya. Tugas guru pada pendidikan yang semacam ini adalah mengoptimalkan fase emas perkembangan anak menuju kecerdasan integral.
Dalam konteks ini anak-anak harus difahami sebagai anak-anak dan bukan orang dewasa dalam ukuran mini, karena itu pendidikan pada anak-anak harus disesuaikan dengan perkembangan mereka, baik menyangkut materi maupun metode mengajarnya.  Dunia anak adalah dunia bermain, karena itu seringkali mereka lebih mudah mendapatkan pelajaran tentang sesuatu yang berharga melalui permainan yang menyenangkan  ketimbang uraian ilmiyah yang panjang dan berbelit.

Ini penting diperhatikan oleh guru TKA dan TPQ, karena pemilihan metode pembelajaran yang tidak relevan sering menyebabkan kegagalan proses belajar mengajar secara umum. Intinya proses pendidikan pada fase ini harus  betul-betul relevan dengan tingkat psikologis anak sehingga berdampak fital bukan malah fatal dalam menyiapkan generasi Qur’ani menuju masa depan gemilang.