Selasa, 04 Maret 2014

PERS MAHASISWA : ANTARA PERAN DAN TANTANGAN

 Ach. Hefni Zain

PERAN PERS.
Di era revolusi informasi dewasa ini,  diakui atau tidak eksistensi pers telah muncul sebagai raksasa kekuatan yang sangat signifikan berpengaruh terhadap pola kehidupan universal manusia di negara manapun, maka siapa yang menguasai pers dialah yang akan menguasai dunia. Konstelasi politik, ekonomi dan budaya yang semula establish, bisa hancur dalam hitungan detik akibat opini pers.  Seseorang yang -kendati biasa biasa saja- dapat melijit popularitasnya dalam sekejab bila di back up oleh pers, tetapi sebaliknya,  orang orang yang paling populer sekalipun,  acapkali hancur harga diri dan masa depannya seketika akibat serangan pers. apakah ia presiden, perdana menteri, ketua dewan, ulama, atau siapapun.
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana presiden Ricard Nixon mengundurkan diri dari jabatannya karena diserang habis habisan oleh pers dalam skandal white water, Diana sang lady ingris juga tewas karena menghindar dari paparazzi, demikian juga Bill Clinton hampir saja terguling oleh pers akibat skandal asmaranya dengan cewek bahenol Monica Lewinski. Atau tidak usah jauh jauh bagaimana seorang  politisi muda yang dikenal alim dan cerdas Yahya Zaini yang digadang gadang mengantikan Maftuh Basuni sebagai menteri Agama RI harus tumbang berantakan akibat  publikasi  pers atas skandal video mesum dengan  Maria Eva.  
 Maka tak heran jika orang orang besar sekelas Vaklav Havel peminpin republic Ceko atau Napoleon Bonaparte seorang pahlawan prancis yang gagah berani dan berhasil menaklukkan seluruh bumi eropa ternyata  lebih takut kepada insan pers daripada sebuah regu prajurit tentara.
Al hasil pers dalam arti media massa telah menjelma menjadi kekuatan inti dan bagian tak terpisahkan dari kawah candradimuka demokratisasi, ia bahkan diakui sebagai pilar keempat  dari kekuasaan negara disamping ekskutif, legislatif dan yudikatif, kini di tengah derasnya arus informasi, kehadiran pers telah menjadi sesuatu yang absolut dan tidak dapat dibendung oleh sispapun. Pers laksana pisau tajam yang sangat bermanfaat bila dikelola secara benar oleh orang orang yang tepat dan baik, dan akan menjadi senjata pembunuh yang sadis dan ampuh jika berada ditangan orang yang jahat.  melalui pers  orang dapat menggalang opini publik yang bersifat mendidik  atau menyesatkan.
Namun demikian, restriksi terhadap pers harus tetap dilakukan dengan-tentu saja-  berdasar pada hukum dan undang undang yang di buat dan disepakti bersama, sebab jika tidak, bukan mustahil pers akan bertindak melanggar hukum, prifasi  dan  HAM  seseorang.
   
PERS MAHASISWA.
Karena keterdidikan  dan streotipnya, mahasiswa sering digambarkan sebagai nations  asset yang prospektif dan strategis  baik dimasa kini sebagai change designer dan akselator pembangunan  maupun di masa yang akan datang sebagai pewaris tunggal pelanjut cita cita perjuangan bangsa. Legitimasi ini bukan otopia, melainkan didasarkan pada fakta fakta historis yang menunjukkan bahwa dinamika gerakan mahasiswa dari berbagai perspektifnya, mulai dekade 1908, 1928, 1930, 1945, 1966  hingga era reformasi  ini  terlihat begitu dominan sehingga menjadi kekuatan anomi dan bahkan dinilai sebagai master piece yang mampu mengantarkan rakyat indonesia pada babak baru sejarah dibawah episode kepeminpinan nasional yang menekankan pada cleanner dari berbagai bentuk penyimpangan.
Mahasiswa boleh jadi memang kaya dimensi, hal tersebut didasarkan pada konsederan bahwa : dari sisi usia, ia tergolong  elit pemuda  yang penuh vitalitas, memiliki motivasi dan idealisme tinggi yang jika potensi ini mendapatkan  pembinaan yang kondusif  akan melahirkan sumber daya yang dahsyat sebagai moral force dan social control dalam mendobrak stagnasi sosial disamping sebagai pengusul cara cara alternatif  bagi  penyelesaian pelbagai problematika yang datang secara fluktuatif dalam kehidupan sosial di lingkungannya.
Dari sisi sosial politik, mahasiswa menempati middle class yang berfungsi sebagai mediator, konsultan dan fasilitator antara aspirasi wong alit dengan elit pemerintah, disamping juga potensial sebagai presure group yang senantiasa istiqomah melakukan control kritis terhadap penyimpangan penyimpangan yang terjadi.

FENOMENA MEMILUKAN.
Namun demikian, belakangan terdapat satu fenomena yang sulit dipungkiri bahwa sebagian besar mahasiswa telah kehilangan karakter idealismenya, mereka selalu permisif baik sebagai man of rasioning maupun sebagai man of public meeting. Episode inilah yang oleh mayoritas aktivis mahasiswa dianggap sebagai longceng degradasi bagi masa depan gerakan kemahasiswaan. 
Kondisi ini kian diperparah oleh faktor internal mahasiswa sendiri, yakni berupa  kurang matangnya sikap mental, prangkat nilai, kwalitas keilmuan dan skill mereka dalam merespon perkembangan sosial yang kian akseleratif dan vulgar, mereka menjadi apatis dan cuek, bahkan mereka lebih suka pada hal hal yang bersifat pragmatis, reakreatif dan masa bodoh, yang mereka fikirkan adalah bagaimana cepat selesai kuliah, cepat dapat kerja dan cepat makmur.  Realitas inilah yang kemudian menjadi penyebab utama hancurnya mitos kewibawaan nama besar mahasiswa di pentas pemikiran dan gerakan global, bila dulu mahasiswa sering digambarkan sebagai macan kampus  kini banyak yang mencibir mereka telah berdevolosi menjadi ayam kampus.
Bertolak dari kondisi yang tidak membanggakan inilah, pers mahasiswapun  tampil -maaf - hanya sebagai pelengkap penderita,   ia ditulis apa adanya, bahkan tak jarang asal-asalan, ia tampil dalam performa yang ngantuk dan lesu darah dan diterbitkan sekedar untuk menghabiskan dana proyek.  Sulit kita temukan di pers mahasiswa saat ini tulisan tulisan progresif yang mampu membuat  banyak pihak utamanya komunitas kampus  gemetar  support jantung.
Memang banyak hal yang melatar belakangi kondisi menyedihkan pers mahasiswa, pertama,  tidak banyak kesempatan mereka memperoleh pelatihan jurnalistik,  kedua,  kurangnya motivasi  agar mereka segera bangkit dari tidur lelapnya yang panjang untuk segera berteriak  menggetarkan dunia. ketiga, lingkungan yang ada tidak cukup kondusif  memberikan kompetisi  pencerahan pada mereka, bahkan yang lebih memprihatikan mereka yang sudah tidak berdaya masih saja dipedaya bukan diberdayakan. Inilah sejumlah tantangan yang harus dihadapi pers mahasiswa dewasa ini.

     SAATNYA BANGKIT.

Namun demikian, kondisi yang menghimpitnya bukanlah alasan yang rasional bagi justifikasi kekurang bermutuan pres mereka, mahasiswa yang berprestasi adalah mereka yang mampu berbuat maksimal dalam kondisi minimal. Karena itu sebagai man of rasioning, adalah sebuah niscaya bagi mereka untuk mempertegas kembali kometmen mereka dan membuktikan kepada public bahwa dirinya  betul betul  “MAHA –siswa-,   bukan lagi sekedar  siswa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar