Selasa, 04 Maret 2014

BERKOMPETISI YANG BAIK


Ust. Ach. Hefni Zain

Berkompetisi merupakan naluri setiap manusia normal, bahkan naluri tersebut tidak saja terjadi pada manusia, melainkan juga pada semua mahluk Tuhan termasuk binatang sekalipun. Hakekat kompetisi dalam semua jenisnya hampir sama, ia membutuhkan biaya, tenaga, taktik dan strategi. Tujuan utamanya satu, yakni keluar sebagai pemenang.
Sesungguhnya kompetisi merupakan hal mulia jika dilakukan dalam kebaikan. Kompetisi dalam kebaikan adalah kompetisi yang diniati hanya karena Allah semata. Dan niat itu pulalah yang membedakan antara kompetisi yang mulia dan yang bukan. Sedangkan kompetisi yang tidak baik adalah kompetisi yang berdasarkan nafsu keserakahan baik dalam motivasi, sarana maupun tujuannya.
Perbedaan antara dua kompetisi itu amat jelas. Kompetisi yang pertama, motivasinya adalah imaniyah, sarana dan jalannya semua merupakan kebaikan sedang tujuan akhirnya adalah mendapatkan keridhaan Allah dan surgaNya, Kompetisi semacam inilah yang disebut Qur’an sebagai fastabiqul Khairot. Dalam QS. Al-Muthaffifin : 22-26 ditegaskan : Sesungguhnya orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam kenikmatan yang besar (surga). Mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang, kamu dapat mengetahui dari wajah mereka kesenangan hidup mereka yang penuh kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamer murni yang dilak (tempatnya), laknya adalah kesturi, dan untuk yang demikian itu hendak nya orang saling berlomba." (Al Muthaffifin: 22- 26).
Kompetisi yang kedua, motivasinya adalah syaithaniyah, sehingga melahirkan kecintaan kepada materi yang berlebihan, kesenangan menguasai dan mengalahkan. Sedangkan semua sarananya adalah tipu daya, konspirasi, kelicikan, kemarahan dan kebencian. Tujuan akhirnya menguasai dan mengalahkan bahkan menghancurkan, sehingga dirinya senang dan puas, juga untuk menyenangkan para pendukungnya.
Kompetisi di jalan kebaikan untuk mendapatkan ridha Allah akan menanamkan ketenangan dan ketetapan dalam hati, kecintaan pada kebaikan, serta jauh dari rasa iri hati, kebencian, dan segala hal yang merupakan aib dalam pandangan manusia. Kompetisi itu juga akan menebarkan kebaikan, menyemai dan menghunjamkan akar kebaikan tersebut dalam setiap tatanan masyarakat. Ia akan membentuk jiwa setiap individu, memperkokoh rasa kemanusiaannya, memperbesar daya juangnya untuk memerangi kebatilan dan menghentikan kerusakan di bumi.
Contoh kompetisi yang baik, sering terjadi dikalangan para sahabat dimasa Rasululloh saw, kompetisi yang terjadi antar mereka adalah kompetisi dalam berbagai amal kebajikan, tidak dalam urusan duniawi yang cepat punah dan fana. Tatkala Rasululloh saw menyeru para sahabatnya untuk membekali para tentara kaum muslimin yang tidak mampu. Umar bin Khottob berkata, sekarang saya akan mengalahkan Abu Bakar as-siddiq (dalam bersedekah). Umar kemudian mengeluarkan 50% dari seluruh hartanya. Ia tak beranjak dari sisi Rasul saw karena ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Abu Bakar. Tak lama, Abu Bakar datang dengan membawa semua hartanya, 100% full. Keadaan tersebut menjadikan Rasul saw bertanya. "Apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu wahai Abu Bakar?". Abu Bakar menjawab, "Aku tinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya." Demi melihat apa yang terjadi, Umar lalu terus terang mengakui dan berkata, "Tidaklah aku berkompetisi dalam kebaikan dengan Abu Bakar kecuali dia keluar sebagai pemenangnya. Mulai hari ini aku tak akan menantang-nya lagi untuk berkompetisi."
Dalam persoalan jihad di jalan Allah, sejarah juga mencatat dengan tinta emas kompetisi yang terjadi di antara mereka, Masing-masing ingin mendahului kawannya dalam keluar menuju medan jihad fi sabilillah dan mendapatkan syahadah (mati syahid). Banyak sekali teladan mulia dan contoh keagungan jiwa mereka dalam berkompetisi menuju medan jihad. Bahkan sampai terjadi pada zaman Rasulullah saw seorang anak dengan ayahnya harus mengundi siapa yang berhak keluar ke medan jihad karena masing-masing tidak mau mengalah. Kisah nyata itu terjadi antara Sa'd bin Khaitsamah dengan ayahnya sesaat menjelang keberangkatan kaum muslimin menuju lembah Badar.
Undian ternyata jatuh pada Sa'd, sehingga ia bersuka cita karena akan segera berangkat ke medan jihad. Sang ayah keberatan dengan nasibnya, sehingga ia tetap bersikeras tidak mau tinggal di rumah. Ia lalu meminta anaknya agar mengalah dan mau tinggal dirumah. Tetapi sang putra menolak seraya berkata, "Wahai ayah, seandainya apa yang engkau inginkan itu selain surga, tentu aku akan mentaatimu." Akhirnya sang putra tetap pergi ke medan jihad sampai menemui syahidnya dalam peperangan tersebut. Sang ayah tetap mendambakan untuk suatu ketika bisa ikut berjihad di medan perang, hingga tibalah saat yang dinanti-natinya, yaitu perang Uhud. Beberapa saat sebelum perang berkecamuk, Khaitsamah (sang ayah) berkata kepada Rasul saw "Ya Rasul, tadi malam aku bermimpi melihat putraku dalam keadaannya yang terbaik, ia mendapatkan nikmat di surga. Ia berkata kepadaku, wahai ayah, aku telah benar-benar mendapatkan apa yang dijanjikan oleh Allah kepadaku. Karena itu bergegaslah menyusulku untuk menemuiku di surga. Ya Rasul, sungguh aku sudah amat rindu untuk menemani putraku dan menemui Rabbku, karena itu berdo'alah untukku agar Allah memberiku kesyahidan." Maka Rasul Saw mendoa-kannya. Khaitsamah lalu ikut bertempur dalam peperangan Uhud sampai ia menemui syahadah (mati syahid) yang sangat ia dambakan.
Sementara kompetisi yang dilakukan untuk memenuhi keinginan hawa nafsu. Didalamnya pasti terselip semangat dengki, kemarahan dan kebencian yang pada gilirannya memunculkan perseteruan dan persaingan tidak sehat. Peserta kompetisi jenis ini hanya siap menang dan tidak siap kalah, akibatnya satu sama lain saling ngotot, saling menuntut dan saling menjatuhkan. Semua prilaku politik dalam kompetisi jenis ini selalu berbau ”trik” dan basa-basi, Rakyat kecil, mulai diingat dan diorangkan (untuk tidak mengatakan dibodohi), setelah sebelumnya biasa dimanfaatkan dan dikerdilkan. Berbagai bantuan “tidak ihklas” mulai diberikan setelah sebelumnya biasa dirampas, janji-janji kosong  mulai diumbar (biasanya dikemas dalam bentuk ”visi). Kompetisi jenis ini pada akhirnya menyebabkan merebaknya berbagai bentuk kejahatan, kezaliman dan bertambahnya pengikut kebatilan. Kompetisi yang tak jarang malah mengorbankan orang-orang tak berdosa, menteror sana sini, sehingga kehidupan masyarakat selalu dihantui kecemasan, kehidupan menjadi gelap dan kekacauan terjadi di mana-mana. Bentuk kompetisi seperti inilah yang marak terjadi pada zaman kita sekarang.
Di indonesia, sejak pemerintah memberlakukan model pemilihan langsung pada 2005 hingga tahun 2008 saja, sudah 343 kali pilkada digelar. Bila dirata-ratakan, pesta rakyat itu dilaksanakan enam sampai tujuh kali dalam sebulan. Angka ini cukup fantastis untuk ukuran sistem demokrasi di Indonesia yang usianya masih sangat belia namun sangat rumit. International Observer (2007) menyebut sistem pemilihan di Indonesia sebagai “The most complex election system in the world and the biggest ever election ever held in a one single day.” Dampaknya, ruang politik nasional yang sebelumnya begitu senyap oleh politik pembungkaman ala Orde Baru, tiba-tiba menjadi begitu gemuruh, sebab selain diramaikan oleh poster bakal calon yang dibentangkan di ruang publik, bahkan ada yang digandeng dengan iklan kartu XL yang bergambar monyet,  pesta rakyat itu juga acapkali diwarnai saling gugat, saling hujat, saling rebut dan saling tuntut  bahkan terjadi juga anarkisme, seperti pembakaran dan kerusuhan antar pendukung calon pemimpin.
Zaman sekarang, selain  kompetisi politik seperti pemilu dan pemilu kada, juga banyak sekali kompetisi lain. Ada kompetisi sepak bola, balap mobil, atau balap unta. Ada adu jago, adu domba hingga adu kerbau. Di bidang seni ada lomba lagu, drama, mode pakaian hingga kontes payudara. Dan masih banyak lagi bentuk lomba-lomba lainnya. Pertanyaannya adalah, apakah sama antara kompetisi untuk mencari ridha Allah dengan kompetisi untuk mencari selain ridhaNya? Jawabnya tentu tidak. Allah Ta'ala telah berfirman, "Dan tidaklah sama orang yang buta dengan orang yang melihat, dan tidaklah (sama) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal shaleh dengan orang-orang yang durhaka." (QS. 40: 58) Wallohu a’lam bisshowab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar