Ach. Hefni Zain
PERAN PERS.
Di era revolusi informasi
dewasa ini, diakui atau tidak eksistensi
pers telah muncul sebagai raksasa kekuatan yang sangat signifikan berpengaruh
terhadap pola kehidupan universal manusia di negara manapun, maka siapa yang
menguasai pers dialah yang akan menguasai dunia. Konstelasi politik, ekonomi
dan budaya yang semula establish, bisa hancur dalam hitungan detik akibat opini
pers. Seseorang yang -kendati biasa
biasa saja- dapat melijit popularitasnya dalam sekejab bila di back up
oleh pers, tetapi sebaliknya, orang
orang yang paling populer sekalipun,
acapkali hancur harga diri dan masa depannya seketika akibat serangan
pers. apakah ia presiden, perdana menteri, ketua dewan, ulama, atau siapapun.
Masih segar dalam ingatan kita
bagaimana presiden Ricard Nixon mengundurkan diri dari jabatannya karena
diserang habis habisan oleh pers dalam skandal white water, Diana sang lady
ingris juga tewas karena menghindar dari paparazzi, demikian juga Bill Clinton
hampir saja terguling oleh pers akibat skandal asmaranya dengan cewek bahenol
Monica Lewinski. Atau tidak usah jauh jauh bagaimana seorang politisi muda yang dikenal alim dan cerdas
Yahya Zaini yang digadang gadang mengantikan Maftuh Basuni sebagai menteri
Agama RI harus tumbang berantakan akibat
publikasi pers atas skandal video
mesum dengan Maria Eva.
Maka tak heran jika orang orang besar sekelas
Vaklav Havel peminpin republic Ceko atau Napoleon Bonaparte seorang pahlawan
prancis yang gagah berani dan berhasil menaklukkan seluruh bumi eropa
ternyata lebih takut kepada insan pers
daripada sebuah regu prajurit tentara.
Al hasil pers dalam arti media
massa telah menjelma menjadi kekuatan inti dan bagian tak terpisahkan dari
kawah candradimuka demokratisasi, ia bahkan diakui sebagai pilar keempat dari kekuasaan negara disamping ekskutif,
legislatif dan yudikatif, kini di tengah derasnya arus informasi, kehadiran
pers telah menjadi sesuatu yang absolut dan tidak dapat dibendung oleh
sispapun. Pers laksana pisau tajam yang sangat bermanfaat bila dikelola secara
benar oleh orang orang yang tepat dan baik, dan akan menjadi senjata pembunuh
yang sadis dan ampuh jika berada ditangan orang yang jahat. melalui pers
orang dapat menggalang opini publik yang bersifat mendidik atau menyesatkan.
Namun demikian, restriksi terhadap
pers harus tetap dilakukan dengan-tentu saja-
berdasar pada hukum dan undang undang yang di buat dan disepakti
bersama, sebab jika tidak, bukan mustahil pers akan bertindak melanggar hukum,
prifasi dan HAM
seseorang.
PERS MAHASISWA.
Karena keterdidikan dan streotipnya, mahasiswa sering digambarkan
sebagai nations asset yang
prospektif dan strategis baik dimasa
kini sebagai change designer dan akselator pembangunan maupun di masa yang akan datang sebagai
pewaris tunggal pelanjut cita cita perjuangan bangsa. Legitimasi ini bukan otopia,
melainkan didasarkan pada fakta fakta historis yang menunjukkan bahwa dinamika
gerakan mahasiswa dari berbagai perspektifnya, mulai dekade 1908, 1928, 1930,
1945, 1966 hingga era reformasi ini
terlihat begitu dominan sehingga menjadi kekuatan anomi dan
bahkan dinilai sebagai master piece yang mampu mengantarkan rakyat
indonesia pada babak baru sejarah dibawah episode kepeminpinan nasional yang
menekankan pada cleanner dari berbagai bentuk penyimpangan.
Mahasiswa boleh jadi memang
kaya dimensi, hal tersebut didasarkan pada konsederan bahwa : dari sisi usia,
ia tergolong elit pemuda yang penuh vitalitas, memiliki motivasi dan
idealisme tinggi yang jika potensi ini mendapatkan pembinaan yang kondusif akan melahirkan sumber daya yang dahsyat
sebagai moral force dan social control dalam mendobrak stagnasi
sosial disamping sebagai pengusul cara cara alternatif bagi
penyelesaian pelbagai problematika yang datang secara fluktuatif dalam
kehidupan sosial di lingkungannya.
Dari sisi sosial politik,
mahasiswa menempati middle class yang berfungsi sebagai mediator,
konsultan dan fasilitator antara aspirasi wong alit dengan elit pemerintah,
disamping juga potensial sebagai presure group yang senantiasa istiqomah
melakukan control kritis terhadap penyimpangan penyimpangan yang terjadi.
FENOMENA MEMILUKAN.
Namun demikian, belakangan terdapat
satu fenomena yang sulit dipungkiri bahwa sebagian besar mahasiswa telah
kehilangan karakter idealismenya, mereka selalu permisif baik sebagai man of rasioning maupun
sebagai man of public meeting. Episode inilah yang oleh mayoritas
aktivis mahasiswa dianggap sebagai longceng degradasi bagi masa depan gerakan kemahasiswaan.
Kondisi ini kian diperparah
oleh faktor internal mahasiswa sendiri, yakni berupa kurang matangnya sikap mental, prangkat
nilai, kwalitas keilmuan dan skill mereka dalam merespon perkembangan sosial
yang kian akseleratif dan vulgar, mereka menjadi apatis dan cuek, bahkan mereka
lebih suka pada hal hal yang bersifat pragmatis, reakreatif dan masa bodoh,
yang mereka fikirkan adalah bagaimana cepat selesai kuliah, cepat dapat kerja
dan cepat makmur. Realitas inilah yang
kemudian menjadi penyebab utama hancurnya mitos kewibawaan nama besar mahasiswa
di pentas pemikiran dan gerakan global, bila dulu mahasiswa sering digambarkan
sebagai macan kampus kini banyak yang mencibir mereka telah berdevolosi menjadi ayam kampus.
Bertolak dari kondisi yang
tidak membanggakan inilah, pers mahasiswapun
tampil -maaf - hanya sebagai pelengkap penderita, ia ditulis apa adanya, bahkan tak jarang asal-asalan, ia tampil dalam
performa yang ngantuk dan lesu darah dan diterbitkan sekedar untuk menghabiskan
dana proyek. Sulit kita temukan di pers
mahasiswa saat ini tulisan tulisan progresif yang mampu membuat banyak pihak utamanya komunitas kampus gemetar
support jantung.
Memang banyak hal yang melatar
belakangi kondisi menyedihkan pers mahasiswa, pertama, tidak banyak kesempatan mereka memperoleh
pelatihan jurnalistik, kedua, kurangnya motivasi agar mereka segera bangkit dari tidur
lelapnya yang panjang untuk segera berteriak
menggetarkan dunia. ketiga, lingkungan yang ada tidak cukup
kondusif memberikan kompetisi pencerahan pada mereka, bahkan yang lebih
memprihatikan mereka yang sudah tidak berdaya masih saja dipedaya bukan
diberdayakan. Inilah sejumlah tantangan yang harus dihadapi pers mahasiswa
dewasa ini.
SAATNYA BANGKIT.
Namun demikian, kondisi yang
menghimpitnya bukanlah alasan yang rasional bagi justifikasi kekurang bermutuan
pres mereka, mahasiswa yang berprestasi adalah mereka yang mampu berbuat
maksimal dalam kondisi minimal. Karena itu sebagai man of rasioning,
adalah sebuah niscaya bagi mereka untuk mempertegas kembali kometmen mereka dan
membuktikan kepada public bahwa dirinya
betul betul “MAHA –siswa-, bukan lagi sekedar siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar