Ust.Hefni Zain
Al Qanun fi
al-Jibb
Al Qanun fi al-Tibb atau Norma-norma
Kedokteran adalah sumbangan terbesar Ibnu Sina yang di Barat dikenal dengan
Avicenna, terhadap ilmu pengetahuan. Karya yang mampu bertahan selama enam abad
ini diterjemahkan ke bahasa Latin oleh Gerard dari Cremena pada abad ke-12.
Sejak saat itu Qanun menjadi buku wajib di sekolah-sekolah medis di Eropa. Pada
abad ke-15 buku ini mengalami cetak ulang sebanyak enam belas kali. Lima belas
cetakan dalam bahasa Latin, satu cetakan dalam bahasa Yahudi. Sedangkan pada
abad berikutnya, Qanun mengalami cetak ulang sebanyak dua puluh kali.
Kitab ini yang di Barat dikenal
dengan Canons, boleh dikata merupakan 'kitab suci' ilmu kesehatan pada masanya.
Tanpa merujuk ke buku tersebut, ilmu obat-obatan dan farmakologi dirasakan
tidak akan sempurna. Tidak heran bila Ibnu Sina, pengarang buku tersebut begitu
dihargai kejeniusan dan kontribusinya dalam ilmu kedokteran, sampai sekarang.
Bahkan potret Ibnu Sina, hingga kini menjadi salah satu pajangan dinding besar
gedung Fakultas Kedokteran Universitas Paris.
Cameron Gruner pada tahun 1930
menerjemahkan sebagian isi buku itu ke bahasa Inggris dengan judul Risalah atas
Norma Medis Avicenna. Dan selama lebih dari lima abad, Qanun menjadi pemandu
bagi ilmu kedokteran di Barat. Tidak heran bila Dr. William Osier, penulis buku
Evolution of Modern Science, mengatakan bahwa Qanun telah menjadi semacam
'kitab suci' kesehatan yang bertahan lebih lama dibanding karya mana pun.
Qanun boleh dikata merupakan
Ensiklopedi Pengobatan yang sangat lengkap. Buku ini menelaah ulang pengetahuan
kedokteran, baik dari sumber Islam maupun sumber-sumber kuna. Ibnu Sina tidak
hanya menggabungkan pengetahuan yang telah ada tapi juga menciptakan
karya-karya orisinal yang meliputi beberapa pengobatan umum, obat-obatan (760
macam), penyakit-penyakit mulai dari kepala hingga kaki, khususnya Patologi
(ilmu tentang penyakit) dan Farmakopeia (Farmakope).
Di antara kontribusinya yang
merupakan pengembangan besar adalah identifikasinya terhadap sifat-sifat
penyakit menular seperti Pththsis dan Tuberculosis (TBC), penyebaran penyakit
melalui air dan tanah, dan interaksi antara ilmu psikologi dan kedokteran. Ibnu
Sina pula yang pertama kali menjelaskan tentang Meningitis (radang selaput
otak) serta memberi penjelasan yang padat tentang anatomi, ginekologi,
kesehatan anak, serta menemukan perawatan untuk Lachrymal Fistula, disusul
dengan penyelidikan medis terhadap saluran pembuluh darah.
Hingga kini Qanun masih menjadi
acuan para pakar untuk penyelidikan anatomi, karena buku ini mampu menjelaskan
deskripsi secara gratis maupun penjelasan rinci mengenai Sclera, Kornea,
Koroid, Iris, Retina, Lensa, Urat syaraf, juga Optic Chiasma. Dalam mendalami
anatomi, Ibnu Sina menentang sikap praduga atau prakiraan. Dia mengimbau para
pakar ilmu fisik dan ilmu bedah untuk kembali mendasarkan pengetahuannya pada
studi tentang tubuh manusia. Dia mengamati bahwa Aorta sebenarnya terdiri dari
tiga saluran yang terbuka saat darah mengalir dari dan di dalam jantung selama
kontraksi, dan tertutup selama relaksasi, sehingga tidak akan terjadi luapan
aliran darah ke dalam jantung
Dia juga menegaskan bahwa otot dapat
digerakkan karena adanya syaraf yang terdapat di dalamnya. Demikian pula rasa
sakit yang dirasakan pada bagian otot, juga disebabkan adanya urat syaraf yang
menerima rangsangan rasa sakit tersebut. Lebih jauh dia mengadakan observasi
dan menemukan bahwa ternyata di dalam organ hati, limpa dan ginjal, tidak
ditemukan urat syaraf. Sebab urat syaraf justru tertanam pada lapisan luar
organ-organ itu.
Karya-karya
Lainnya
Ibnu Sina yang memiliki nama lengkap
Abu Ali al-Hussein Ibn Abdallah, lahir di Afshana dekat Bukhara (Asia Tengah)
pada tahun 981. Pada usia sepuluh tahun, dia telah menguasai dengan baik studi
tentang Al Quran dan ilmu-ilmu clasar. Ilmu logika, dipelajarinya dari Abu
Abdallah Natili, seorang filsuf besar pada masa itu. Filsafatnya meliputi
buku-buku Islam dan Yunani yang sangat beragam.
Kemampuannya dalam bidang pengobatan
sudah begitu mumpuni di usianya yang masih belia. Bahkan ketika usianya baru tujuhbelas
tahun, dia sudah berhasil menyembuhkan penguasa Bukhara, Nun Ibn Manshur.
Padahal sebelumnya para pakar kesehatan kerajaan sudah menyerah, tak satu pun
yang mampu mengatasi penyakit sang raja. Atas jasanya itu, Manshur bermaksud
memberinya hadiah. Namun Ibnu Sina justru lebih memilih izin dari sang raja
untuk diperkenankan meggunakan perpustakaan kerajaan yang dikenal memiliki
koleksi buku-buku yang unik.
Setelah ayahnya meninggal, Ibnu Sina
merantau ke Jurjan, dan bertemu dengan Abu Raihan al-Biruni, yang kala itu
sangat termashur. Setelah itu dia pindah ke Rayy, dan melanjutkan perjalanan ke
Hamadan, tempat yang memberinya inspirasi untuk bukunya yang terkenal, Al Qanun
11 al-Tibb. Di Hamadan dia juga
menyembuhkan sang penguasa, Syams al-Daulah, dari penyakit perut yang akut,
sebelum melanjutkan lagi perjalanannya menuju Isfahan (kini Iran) untuk
menyelesaikan karya-karyanya yang monumental.
Selain ilmu pengobatan dan
kesehatan, Ibnu Sina juga menyumbangkan pemikirannya pada ilmu matematika,
fisika, musik, dan bidang-bidang lain. Penyelidikannya dalam bidang astronomi
membuatnya berhasil merancang perangkat semacam Vernier yang meningkatkan ketepatan
pengukuran suatu alat. Di bidang fisika, sumbangan pemikirannya mengenai
bermacam bentuk energi, kalori, cahaya, mekanika, konsep gaya, ruang hampa
udara, dan bilangan tak terhingga.
Dalam bidang kimia, Ibnu Sina adalah
salah satu dari sekian banyak orang yang tidak percaya pada transmutasi kimia
logam. Pandangan ini ditentang secara radikal pada masa itu. Risalahnya
mgngenai mineral merupakan salah satu sumber utama geologi yang digunakan oleh
para ensiklopedis Kristen pada abad ke-13.
Penemuannya di bidang musik
merupakan perbaikan dari karya Farabi (al-Pharabius), yakni dengan menemukan
suatu rumus bahwa jika serangkaian konsonan dirumuskan (n + 1) / n, maka
telinga tidak dapat membedakan konsonan tersebut pada n - 45. Lebih jauh dia
mengatakan, penggandaan terhadap satuan seperempat dan seperlima pada konsep
ini merupakan langkah benar menuju sistem harmonisasi.
Karya Ibnu Sina dalam bidang
filsafat yang terkenal adalah Al-Najat, Isyarat, dan al-Shifa (buku yang berisi
tentang penyembuhan penyakit) merupakan ensiklopedi filosofis. Di dalamnya
berisi jangkauan pengetahuan yang luas, dari filsafat hingga ilmu pengetahuan.
Filsafat Ibnu Sina merupakan penggabungan tradisi Aristotelian, pengaruh
Neoplatonic dan teologi Islam.
Ibnu Sina mengelompokkan seluruh
bidang ilmu ke dalam dua kategori besar, yakni: pengetahuan teoritis dan
pengetahuan praktis. Pengetahuan teoritis meliputi fisika, matematika, dan
metafisika, sedangkan pengetahuan praktis meliputi etika, ilmu ekonomi, dan
ilmu politik. Jenius yang satu ini tidak pernah berhenti mengembara, baik
secara fisik maupun secara batin. Secara fisik, dia terus berpindah-pindah dari
satu tempat ke tempat lain, untuk memuaskan rasa ingin tahunya terhadap segala
hal, serta untuk dapat belajar, belajar, dan belajar. Karena terlalu banyak
memeras otak dan diperparah oleh gejolak politik pada masa itu, kesehatannya
semakin memburuk. Akhirnya, pada tahun 1037 dia kembali ke Hamadan, dan
meninggal di sana # (dikutip dari beberapa sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar