Hefni Zain
Di dunia
ini tidak ada seorangpun yang menginginkan hidupnya
sengsara. Semua manusia pasti mendambakan kehidupan yang bahagia, baik di dunia
dan lebih-lebih di akherat. Karena itu, dalam setiap kesempatan berdoa, kita
tidak pernah meninggalkan doa sapujagat, Rabbana atina fiddunya
hasahah wafil akherati hasanah
waqina adzabannar. Namun
demikian, berdasarkan amalnya,
menurut sebuah riwayat, manusia dibedakan menjadi empat kelompok
Pertama, kelompok yang bahagia di dunia
dan bahagia pula di akherat (sa’idun fiddun-ya wa sai’dun fil akherah). Yang
termasuk kelompok ini adalah : (1) Mereka beriman dan mampu mmpertahankan
imannya ditengah berbagai godaan dan goncangan
hidup yang kian dahsyat, mereka konsisten dalam ketaatan kepada Allah,
konsisten pula dalam menjauhi larangan Allah, apapun kondisinya dan
bagaimanapun situasinya. (2) Mereka berilmu dan mengamalkan ilmunya untuk
pencerahan masyarakat, untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan dan
keterbelakangan, kompetensi dan skill yang dimilikinya hanya digunakan untuk
kepentingan agama dan masyarakat, (3) Mereka juga memiliki harta kekayaan yang
dioperoleh dengan cara halal, serta digunakan untuk kian mendekatkan diri
kepada Allah dan kepada sesama manusia. (4) Makin banyak hartanya, makin banyak pula sodaqohnya, serta
makin dermawan pada yatim
dan fakir miskin, makin tinggi pangkat, kekuasaan dan popularitasnya, makin
tawadu’ dan makin banyak pula
kemanfaatannya bagi agama dan
kemanusiaan. Kelompok seperti
ini memperoleh kehidupan yang baik karena mengisinya dengan
iman dan amal sholeh. Ditegaskan dalam Al-Qur’an : Barangsiapa
yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
Kedua, kelompok yang bahagia di dunia tetapi sengsara di akherat
(sa’idun fiddun-ya wa saqiyyun fil akherah). Yang termasuk kelompok ini adalah
: (1) Mereka kaya harta, tetapi diperoleh dengan jalan bathil, makin kaya makin serakah dan
makin kikir. Makin berkuasa semakin membuat banyak orang menderita, makin tinggi popularitasnya makin
sombong dan makin tak peduli dengan sesame, (2) Harta yang banyak,
jabatan yang tinggi dan kekuasaan yang luas hanya menjadikannya semakin jauh
dari Allah dan jauh dari masyarakat. Suatu hari Kholifah Al-Mansur secara resmi
berbicara dihadapan rakyatnya “Wahai rakyatku, kalian semua mesti bersyukur
kepada Allah, sebab sejak aku memimpin, negeri ini bebas dari bencana paceklik.
Tiba-tiba seseorang intrupsi, maaf paduka, Allah kasihan pada kami sehingga
tidak mungkin memberi kami dua bencana sekaligus. Apa yang kamu maksud dua
bencana ? Tanya Al Manshur penasaran,
yaa paceklik dan anda sendiri .. jawabnya lirih.
Ketiga, kelompok yang sengsara di dunia tetapi bahagia di akherat (saqiyyun
fiddun-ya wa sa’idun fil akherah). Yang termasuk kelompok ini adalah : (1) Mereka
memang serba kekurangan dan menderita, tetapi tidak menyurutkan langkahnya
untuk berbakti kepada Allah, rajin berzikir, gemar menolong orang lain (2) hidup mereka
memang pas-pasan, tetapi tetangganya banyak merasakan manfaatnya, kehadirannya
begitu berarti pada orang lain, begitu dia pergi semua orang merasa kehilangan.
(3) Mereka memang bukan orang penting, tetapi lebih orang baik, dan bukan
besarnya pekerjaan yang memuliakan mereka, melainkan besarnya dampak dari apapun yang mereka kerjakan bagi kebaikan
orang lain.
Keempat, kelompok yang sengsara di dunia dan sengsara pula di akherat
(saqiyyun fiddun-ya wa saqiyyun fil akherah). Kelompok ini sudah miskin hidup di
dunia, masih jauh dari Allah, sudah
melarat masih enggan beribadah. Boleh
saja kita miskin di dunia, tapi jangan sampai
miskin pula di akherat, Biarlah kita tidak mempunyai apa apa, asal masih
punya harga diri. Bukankah telah banyak
diantara kita yang telah memiliki barang
mewah dengan harga yang sangat mahal, tapi apalah artinya kalau harga
dirinya sendiri sangat murah. Biarlah kita tidak mempunyai apa apa, asal masih
punya rasa malu. Kehidupan seseorang
akan punya makna ketika yang bersangkutan memiliki rasa malu, jika rasa malu
itu hilang dari seseorang, secara otomatis ia tidak dihitung sebagai hidup meskipun
masih masih hidup, ia dianggap mati kendati belum mati.
Bukankah Tidak sedikit diantara kita yang telah memiliki
segalanya, tapi apalah arti itu semua kalau dirinya tidak punya rasa malu, Sekaya apapun seseorang, setinggi
apapun jabatannya, bila ia kehilangan
rasa malu dan harga diri, maka tidak akan ada artinya dihadapan manusia,
dan lebih lebih dihadapan Allah swt. Memang kita boleh memilih cara hidup, tetapi yang pasti
semuanya akan ada pertanggung jawabannya
Berbuatlah apa saja yang kamu sukai tetapi engkau akan dibalas sesuai
perbuatanmu itu. Famay ya’mal mitsqola dzarrotin khoiran yaroh. Wamay ya’mal
mitsqola dzarrotin Syarran yaroh #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar