Jumat, 09 Januari 2015

KLASIFIKASI MANUSIA

Hefni Zain

            Di dunia ini tidak ada seorangpun yang menginginkan hidupnya sengsara. Semua manusia pasti mendambakan kehidupan yang bahagia, baik di dunia dan lebih-lebih di akherat. Karena itu, dalam setiap kesempatan berdoa, kita tidak pernah meninggalkan doa sapujagat, Rabbana atina fiddunya hasahah wafil akherati hasanah waqina adzabannar. Namun demikian, berdasarkan amalnya, menurut sebuah riwayat, manusia dibedakan menjadi empat kelompok
Pertama, kelompok yang bahagia di dunia dan bahagia pula di akherat (sa’idun fiddun-ya wa sai’dun fil akherah). Yang termasuk kelompok ini adalah : (1) Mereka beriman dan mampu mmpertahankan imannya ditengah berbagai godaan dan goncangan  hidup yang kian dahsyat, mereka konsisten dalam ketaatan kepada Allah, konsisten pula dalam menjauhi larangan Allah, apapun kondisinya dan bagaimanapun situasinya. (2) Mereka berilmu dan mengamalkan ilmunya untuk pencerahan masyarakat, untuk membebaskan masyarakat dari kebodohan dan keterbelakangan, kompetensi dan skill yang dimilikinya hanya digunakan untuk kepentingan agama dan masyarakat, (3) Mereka juga memiliki harta kekayaan yang dioperoleh dengan cara halal, serta digunakan untuk kian mendekatkan diri kepada Allah dan kepada sesama manusia. (4) Makin banyak hartanya, makin banyak pula sodaqohnya, serta makin dermawan pada yatim dan fakir miskin, makin tinggi pangkat, kekuasaan dan popularitasnya, makin tawadu’ dan makin banyak pula kemanfaatannya bagi agama dan kemanusiaan.  Kelompok seperti ini memperoleh kehidupan yang baik karena mengisinya dengan iman dan amal sholeh. Ditegaskan dalam Al-Qur’an :  Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik
Kedua, kelompok yang  bahagia di dunia tetapi sengsara di akherat (sa’idun fiddun-ya wa saqiyyun fil akherah). Yang termasuk kelompok ini adalah : (1) Mereka kaya harta, tetapi diperoleh dengan jalan bathil, makin kaya makin serakah dan makin kikir. Makin berkuasa semakin membuat banyak orang menderita, makin tinggi popularitasnya makin sombong dan makin tak peduli dengan sesame, (2) Harta yang banyak, jabatan yang tinggi dan kekuasaan yang luas hanya menjadikannya semakin jauh dari Allah dan jauh dari masyarakat. Suatu hari Kholifah Al-Mansur secara resmi berbicara dihadapan rakyatnya “Wahai rakyatku, kalian semua mesti bersyukur kepada Allah, sebab sejak aku memimpin, negeri ini bebas dari bencana paceklik. Tiba-tiba seseorang intrupsi, maaf paduka, Allah kasihan pada kami sehingga tidak mungkin memberi kami dua bencana sekaligus. Apa yang kamu maksud dua bencana ? Tanya Al Manshur  penasaran, yaa paceklik dan anda sendiri .. jawabnya lirih.
Ketiga, kelompok yang  sengsara di dunia tetapi bahagia di akherat (saqiyyun fiddun-ya wa sa’idun fil akherah). Yang termasuk kelompok ini adalah : (1) Mereka memang serba kekurangan dan menderita, tetapi tidak menyurutkan langkahnya untuk berbakti kepada Allah, rajin berzikir, gemar menolong orang lain (2) hidup mereka memang pas-pasan, tetapi tetangganya banyak merasakan manfaatnya, kehadirannya begitu berarti pada orang lain, begitu dia pergi semua orang merasa kehilangan. (3) Mereka memang  bukan orang penting, tetapi lebih orang baik, dan bukan besarnya pekerjaan yang memuliakan mereka, melainkan besarnya dampak dari apapun yang mereka kerjakan bagi kebaikan orang lain.
Keempat, kelompok yang  sengsara di dunia dan sengsara pula di akherat (saqiyyun fiddun-ya wa saqiyyun fil akherah). Kelompok ini  sudah miskin hidup di dunia, masih jauh dari Allah, sudah melarat masih enggan beribadah. Boleh saja kita miskin di dunia, tapi jangan sampai miskin pula di akherat, Biarlah kita tidak mempunyai apa apa, asal masih punya  harga diri. Bukankah telah banyak diantara kita yang telah memiliki barang  mewah dengan harga yang sangat mahal, tapi apalah artinya kalau harga dirinya sendiri sangat murah. Biarlah kita tidak mempunyai apa apa, asal masih punya  rasa malu. Kehidupan seseorang akan punya makna ketika yang bersangkutan memiliki rasa malu, jika rasa malu itu  hilang dari seseorang,  secara otomatis  ia tidak dihitung sebagai hidup meskipun masih masih hidup, ia dianggap mati kendati belum mati.

Bukankah Tidak sedikit diantara kita yang telah memiliki segalanya, tapi apalah arti itu semua kalau dirinya tidak punya  rasa malu, Sekaya apapun seseorang, setinggi apapun jabatannya, bila ia kehilangan  rasa malu dan harga diri, maka tidak akan ada artinya dihadapan manusia, dan lebih lebih dihadapan Allah swt. Memang kita boleh memilih cara hidup, tetapi yang pasti semuanya akan ada pertanggung jawabannya  Berbuatlah apa saja yang kamu sukai tetapi engkau akan dibalas sesuai perbuatanmu itu. Famay ya’mal mitsqola dzarrotin khoiran yaroh. Wamay ya’mal mitsqola dzarrotin Syarran yaroh #

Tidak ada komentar:

Posting Komentar