Guru merupakan ujung tombak yang memegang peranan
penting dan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, membentuk watak
serta menentukan keberhasilan pendidikan secara umum, karena itu kehadirannya
tidak tergantikan oleh unsur lain, lebih-lebih
guru ngaji yang secara ikhlas berjuang lahir bathin
mengajarkan baca tulis Al-Qur’an demi terwujudnya masyarakat qur’ani
ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam sebuah hadits, Nabi saw bersabda “Sebaik-baik kalian semua adalah
seseorang yang belajar dan mengajar Al-Qur’an”
[1].
Dalam
pandangan Imam Al-Ghazali guru adalah seseorang yang
memberikan apapun yang bagus, positif, kreatif atau bersifat membangun kepada manusia yang sangat menginginkan, di dalam tingkat
kehidupan yang manapun, dengan jalan apapun, dengan cara apapun, tanpa
mengharapkan balasan uang kontan setimpal apapun[2].
Pada awalnya, para pendiri
(the founding father) guru ngaji yang meliputi kyai, ulama, masyayekh, dan asatid membangun dan mengembangkan
lembaga ini secara khusus sebagai lembaga tafakuh fiddin (pendalaman
ilmu-ilmu keislaman) bagi santri dan masyarakat sekitarnya, untuk
menyebarluaskan ajaran-ajaran Islam, dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan
sekaligus mempertahankan khazanah tradisi keilmuan, karena itu pendidikan
diniyah (pondok pesantren) sebagai institusi yang memberikan doktrin sunni
terhadap para santri khususnya, masyarakat Indonesia pada umumnya.
Istilah guru ngaji yang
kita dengar di masyarakat pada umumnya adalah seseorang yang bisa
meberikan pelajaran agama dan identik adalah seseorang tokoh masyarakat yang
berjuang dengan ikhlas untuk mengamalkan ilmu, tanpa mengaharap imbalan apapun.
Guru ngaji adalah
profesi mulia yang mengemban misi agung dalam menyebar luaskan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup yang membimbing masyarakat
menuju keselamatan dunia akherat. Karena itu Ja’far Subhani[3] dengan tegas menyatakan
bahwa jatuh bangunnya umat Islam pada dasarnya sangat ditentukan oleh optimal
tidaknya mereka mengamalkan kitab sucinya tersebut. Al-Qur’an bagi umat Islam
adalah petunjuk dan terapi kehidupan serta sumber konsep atas segala hal. (Qs. 2 : 185, Qs. 17 : 82) . Bila kaum muslimin
benar-benar menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, petunjuk dalam pola
fikir dan pola laku, sumber dari segala
sumber hukum yang ada, niscaya mereka akan maju melebihi seluruh kemujuan peradaban yang pernah
dicapai sebuah komunitas yang pernah ada.
Karena itu, sudah saatnya umat Islam mendayagunakan Al-Qur’an secara
optimal sebagai pedoman hidup baik teoritik manupun praktis, lebih-lebih tatkala
umat Islam tengah memasuki suasana peradaban yang dinamis, dimana tantangan
kemanusiaan semakin menemukan dimensinya yang kompleks, maka menjadikan
Al-Qur’an sebagai alat pertahanan yang kokoh sungguh merupakan hal yang
mendesak dan tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Dalam sebuah hadits Rasululloh saw bersabda:
Kutinggalkan kepadamu dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepada
keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat untuk selamanya, yakni
Al-Qur’an dan Al-Hadits”.
Dalam pandangan Muhaimin, guru ngaji yang baik adalah mereka yang memiliki
kecakapan, keterampilan dan keahlian khusus sehingga mampu melaksanakan tugas,
peran dan fungsinya sebagai guru ngaji secara optimal[4]. Karakteristik ideal yang musti dimiliki seorang guru ngaji
antara lain adalah : (1) Mempunyai wawasan keislaman yang luas khususnya bidang
Ulumul Qur’an, (2) Keilmuannya semakin hari semakin meningkat (3) Meyakini
bahwa yang disampaikan adalah sesuatau yang benar dan bermanfaat (4) Senantiasa
berfikir objektif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap masalah (5)
Memiliki dedekasi, motivasi dan loyalitas (6) Bertanggung jawab terhadap
kwalitas dan kepribadian moral (7) Mampu merubah sikap peserta didik kepada
yang lebih baik (8) Menjauhkan diri dari
bentuk perbuatan tercela dan (9) Kaya inovasi, kreasi dan inisiatif[5].
Keberhasilan guru ngaji dalam proses
pembelajaran dapat ditinjau dari dua
segi, yakni segi proses dan segi hasil. Dari segi proses, guru ngaji dapat
disebut berhasil, apabila mampu melibatkan secara aktif sebagian besar santrinya
dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil, guru ngaji dikatakan
berhasil apabila proses pembelajaran yang dilakukannya mampu mengembangakan
kretifitas para santri sekaligus mampu memberikan perubahan perilaku pada
sebagian besar santri kearah yang lebih baik[6]. Dengan
demikian guru ngaji yang baik adalah bukan saja yang menguasai
materi pembelajaran Al-Qur’an dengan baik, tetapi juga menguasai berbagai macam
strategi pembelajaran dan mampu menerapkannya secara variatif, terampil
menggunakan berbagai macam media pembelajaran, mampu memahami karakter
masing-masing peserta didiknya dan menguasai manajemen kesiswaan dengan baik.
Mengingat begitu pentingya posisi
dan peran guru ngaji ditengah kehidupan masyarakat, maka pemerintah memberikan perhatian serius kepada upaya peningkatan kompetensi mereka
dengan cara memberikan insentif tahunan, memberikan ijin oprasional mendirikan lembaga
dan kucuran progam bantuan lain.
UU No. 20 tahun 2003 tentang
sikdiknas yang telah disahkan oleh DPR RI Juni 2003 dan di undangkan tanggal 8
juli 2003 membawa angin segar bagi pendidikann agama Islam baik pendidikan formal maupun non formal
dimana diberikan keluasaan untuk menyelengarakan pendidikan agama Islam. Salah
satu bentuk legalitas formal pendidikan agama islam adalah adanya payung hukum pendidikan agama islam yang
meliputi: UUD 1945, UU Sikdiknas No 20 Tahun
2003, Pemerintah daerah dalam PP no. 19 Tahun 2005 tentang standar nasional
pendidikan, pemerintah daerah dalam PP No. 55 tahun 2007 tentang pendidikan
agama dan keagamaan.
Dengan adanya legalitas dan bantuan
dari pemerintah menyebabkan potensi menjamurnya guru ngaji. Di mana yang semua
guru ngaji niat awalnya adalah fisabililah dengan adanya progam bantuan
ini banyak dianatara mereka berharap mendapatkan bantuan.
Kabupaten Jember yang merupakan kabupaten dengan mayoritas penduduk 99%
Islam, berdasarkan data Kepala
Bagian Kesejahteraan Rakyat Pemerintah Kabupaten Jember jumlah guru ngaji di
kabupaten Jember sampai dengan tahun ini mencapai 25.271. Jumlah ini meningkat
di bandingkan dengan jumlah guru ngaji sebelum mendapat bantuan dari pemerintah
yang hanya ada 8.000 saja.
Berdasarkan data di atas menarik
untuk di kaji dengan adanya peningkatan
jumlah guru
ngaji ini, jika di lihat dari berapa jumlah guru ngaji sebelum dan sesudah
mendapat bantuan dari pemerintah. Selain itu kajian ini juga akan melihat
dampak dari bantuan pemerintah terhadap guru ngaji.
untuk referensi Sulaiman Basyir, Pendidikan Al-Qur’an, (Jogjakarta, Pustaka Marwa, 2009), 25 bisa saya temukan di mana ya?
BalasHapus