Dr.
H. Hefni Zain, S.Ag, MM
Seiring dengan
perkembangan geopolitik internasional, isu dan wacana tentang jihad kembali
actual. Saat ini tema jihad selain menjadi mahluk sexy yang dibincang di
berbagai media, juga paling sering disalah fahami, diatas namakan atau bahkan
ditunggangi demi interes tertentu. Oleh karenanya, agar tidak terjadi distorsi
terhadap makna jihad, maka penting difahami secara benar apa itu jihad? siapa
yang mesti melakukannya? bagaimana caranya?, kapan dilaksanakan? dimana
dilaksanakan dan mengapa harus dilaksanakan?
Secara
sederhana, jihad diartikan sebagai mencurahkan segenap kemampuan untuk
mendapatkan kebaikan dan menolak keburukan, yang dengannya agama dan
kemanusiaan dapat terpelihara. Dengan bahasa lain, jihad adalah segala usaha
keras yang mengandung perlawanan terhadap semua musuh agama dan kemanusiaan
seperti kebathilan, kesewenang-wenangan, agresi, penjajahan, penindasan dan
semacamnya. Dalam al-Qur’an kata jihad disebut 35 kali yang tersebar di 15 surat.
Tiga diantaranya merupakan ayat makkiyah dan selebihnya adalah ayat madaniyah.
Dari ayat-ayat jihad diatas yang menggunakan lafazd qital adalah ayat yang
turun di Madinah, sedangkan yang turun di Mekkah sama sekali tidak menggunakan
lafadz qital, hal ini menegaskan bahwa jihad dalam arti perang baru diidzinkan
di Madinah untuk membela diri.
Pada Qs. Al-hajj
: 39-40 disebutkan “Diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi,
karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar
maha kuasa menolong mereka itu, (yaitu)
orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang
benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan kami hanyalah Allah".
dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dari sebagian
yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak
disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong
(agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa”.
Dari sini jelas
bahwa jihad tidak selalu berarti perang, sebab jihad telah diserukan Allah dan
dilaksanakan oleh Rasululloh bersama kaum muslimin sejak periode Mekkah,
sedangkan peperangan baru diidzinkan bagi kaum muslimin pada periode Madinah
pada tahun ke dua setelah hijrah. Pun demikian, jihad dalam arti qital hanya
dibolehkan untuk membela diri karena diperangi dan dianiaya dan sama sekali
bukan untuk agresi atau pemaksaan sistem nilai karena superioritas atau
kekuasaan, itupun masih ada kode etik yang harus dita’ati secara ketat
sebagaimana disebutkan dalam Qs. Al-Baqarah : 190 “Dan perangilah di jalan
Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”
Islam
sebagaimana watak dasarnya lebih mencintai perdamaian, yang oleh al-Qur’an
disebut “was shulhu khoir” (damai itu
lebih baik), akan tetapi ketika lawan tidak mau hidup berdampingan secara terhormat
dan malah menginjak kemerdekaan dan harga diri kelompok lain yang gilirannya
mengancam kedamaian masa depan kemanusiaan secara global, maka tentu saja
panggilan jihad terpaksa berlaku sebagai respon logis atas terjadinya bentuk
kermungkaran. Ditegaskan dalam Qs.Al-Baqarah:251 “Seandainya Allah tidak
menolak (keganasan) sebahagian umat manusia atas sebagian yang lain, pasti
rusaklah bumi ini, tetapi Allah
mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam”
Propaganda yang
dilontarkan musuh-musuh Islam tentang jihad adalah : bagaimana mungkin Islam
menyatakan diri sebagai agama rahmatal lil ‘alamin kalau didalamnya masih
mewajibkan jihad? Bukankah paradoks bila disatu sisi menginginkan perdamaian
tetapi disisi lain mewajibkan peperangan? bukankah peperangan selalu
bertentangan dengan tujuan perdamaian? Proganda ini muncul akibat mereka gagal
memahami jihad dalam arti yang sebenarnya. Padahal jihad tidak identik dengan
qital (perang), perang hanyalah salah satu instrument kecil dari universalitas
jihad, itupun dimaksudkan untuk sebuah pembelaan karena diperangi, dianiaya dan
dirampas hak-haknya. Itu semua kalau tidak segera direspon akan terjadi
kerusakan di muka bumi dan mengancam nilai-nilai kemanusiaan.
Perdamaian
adalah hidup berdampingan secara terhormat, sementara penyerahan terhadap
kedzoliman, ketidak adilan dan penindasan adalah kenistaan, oleh karena itu
tidak sama antara peperangan dengan maksud menjajah dengan peperangan melawan
penjajah. Berbeda jauh antara peperangan untuk imprealis dan kolonialis dengan
peperangan untuk mempertahankan kehormatan dan harga diri.
Islam adalah
gerakan revolusioner berskala global yang bertujuan membawa manusia kearah yang
ideal, dan untuk mewujudkan gasasan ideal tersebut, diatas pundak setiap muslim
terpikul kewajiban jihad sebagai bakti universal kepada agama dan kemanusian.
Gerakan tersebut dimaksudkan memunculkan sebuah masyarakat yang mempunyai
persamaan mutlak dan tidak mentolelir setiap pembagian kelas secara
diskriminatif. Disamping itu jihad dalam Islam berorientasi kepada sebuah
sosialisasi dan internalisasi amar ma’ruf nahi munkar yang dalam Islam
merupakan kewajiban agama bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan harus bersikap
aktif dan mengandung upaya keras demi terwujudmnya kebaikan umat manusia di
muka bumi ini.
Dengan demikian
sangat jelas bahwa dalam Islam jihad dimaksudkan menentang segala bentuk
kemungkaran, yang dengan itu perdamaian dan kebajikan umat manusia dapat
ditegakkan secara baik, Rasululloh saw bersabda : Senantiasa ada segolongan umatku
yang tegak membela kebenaran hingga datang kepada mereka keputusan Allah dan
mereka menang. Maka orientasi utama jihad adalah agar manusia hanya mengabdi
kepada Allah semata dan membebaskan manusia dari segala tindakan yang melampaui
batas, serta menghilangkan segala tindak
kerusakan dan keonaran di muka bumi, ditegaskan dalam Qs al-baqarah : 193 “Dan
perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan
itu Hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu),
Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.
Walhasil, jihad
sama sekali tidak paradoks dengan perdamaian, bahkan sebaliknya jihad
dimaksudkan untuk menumpas perusak-perusak perdamaian seperti para tiran, taghut, kezhaliman,
penindasan dan kemungkaran-kemungkaran lainnya. Dalam pelaksanaannya, damai
harus didahulukan, akan tetapi jika mereka mengingkari, maka tidak ada jalan
lain kecuali perlawanan. Yang terpenting jihad dilakukan semata-mata demi
tujuan kemanusiaan dan demi menegakkan kalimah Allah, bukan karena
alasan-alasan subjektif, dan itu harus dimulai dari dalam dirinya sendiri, oleh
karena itu Rasul saw pernah bersabda bahwa jihad yang paling besar adalah jihad
an-nafs, yakni perang melawan dirinya sendiri, dan mujahid yang paling agung
adalah mereka yang mampu memenangkan peperangan melawan dirinya sendiri.
Tidak ada yang
salah pada konsep jihad, jika terjadi ketidak baikan pada ranah empiris
kemanusiaan atas nama harakah jihad, dapat dipastikan hal tersebut adalah
prilaku oknum yang salah faham terhadap konsep jihad atau menggunakan faham
yang salah dalam memahami jihad. Tetapi menimpakan kesalahan itu pada konsep
jihad, tentu bukan tindakan yang bijaksana. #
Tidak ada komentar:
Posting Komentar