Hefni Zain
Isu Klasik
Di
Indonesia diskursus mengenai kebijkan BBM merupakan isu klasik yang selalu
diulang-ulang, pro kontranya di ulang-ulang, argumentasinya di ulang-ulang, demonstrasi penolakannya juga diulang-ulang,
penanganan terhadap demonstrasi juga diulang-ulang, termasuk anarkis dan ricuhnya
juga diulang-ulang.
Bagi yang pro, pngurangan atau bahkan pencabutan
subsidi BBM diperlukan untuk membuka ruang fiskal yang lebih luas bagi program jaring pengaman sosial. Subsidi
BBM dianggap salah sasaran sebab sebagian besar hanya dinikmati oleh kelas
menengah atas. Dana tersebut akan lebih produktif jika digunakan untuk
program-program yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendorong
pertumbuhan ekonomi berkelanjutan seperti membangun infrastruktur transportasi,
meningkatkan anggaran pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan semacamnya.
Subsidi BBM yang besar dipandang mengakibatkan
ketergantungan pada energi fosil yang mahal sehingga energi murah tidak
berkembang. Disparitas harga BBM domestik dan luar negeri juga cukup besar
sehingga menimbulkan trend penyelundupan ke negara lain. Ditambah lagi kondisi pasar global dan
fluktuasi atau naiknya harga minyak mentah dunia, nilai kurs rupiah yang terdepresiasi
terhadap dollar, tingginya
subsidi yang membebani APBN sehingga
menghambat pembangunan, untuk menyelamatkan APBN dan mengurangi defisit APBN, pengurangan
subsidi dan menaikkan harga
BBM merupakan suatu keniscayaan, Alasan klasik ini selalu diulang- ulang seperti copy
paste.
Tetapi
bagi yang kontra, semua argumentasi diatas ditolak, menurut mereka menaikan harga BBM merupakan kebijakan yang
tidak populis, tidak pro rakyat dan justru memicu resistensi bahkan anarkhisme di
tengah masyarakat. Alasan
membebani APBN adalah tidak benar, karena yang membebani APBN adalah bunga
utang dalam negeri maupun luar negeri dan cicilannya yang mencapai Rp 221
triliun, terdiri dari pembayaran bunga utang sebesar Rp 154 triliun untuk
cicilan pokok sebesar Rp 66,9 triliun. Utang pemerintah saat ini mencapai Rp
2.500 triliun
Alasan
harga minyak mentah dunia juga tidak valid, sebab faktanya saat ini harga
minyak berada pada posisi rendah yaitu US$ 83,72 Per Barel. Alasan subsidi sebagian
besar dinikmati kelas menengah atas untuk keperluan konsumtif, dinilai menyesatkan, pasalnya, banyak
masyarakat yang kehidupan sehari-harinya memang bergantung pada BBM. Jutaan
nelayan yang menggunakan BBM untuk cari ikan, Jutaan petani yang menggerakkan
traktor mereka, Jutaan mahasiswa dan pelajar yang berangkat menggunakan
kendaraan ke sekolah, Jutaan pengusaha kecil dan menengah menggunakan BBM untuk
menggerakkan usaha mereka, apa itu
konsumtif? Kelompok ini bahkan menduga alasan sebenarnya pemerintah menaikkan
BBM adalah karena memang pesanan dari kaum kapitalis sebagaimana tercantum
dalam UU migas. Argumentasi penolakan yang demikian ini juga selalu
diulang-ulang. Karena itu, bagi
saya ini tidak menarik
Yang menarik adalah, Jokowi
ketika masih menjadi Wali Kota Solo menolak keras rencana Presiden SBY
menaikkan harga BBM. Menurut Jokowi saat itu, warga masih menginginkan harga
BBM yang murah. Silahkan tanya seluruh rakyat Indonesia tentang kenaikan harga
BBM pasti tidak mau, mereka inginnya yang murah," kata Jokowi sebagaimana
diberitakan harian KR dan viva.co.id, Selasa, 27 Maret 2012. Anehnya, kini
ketika menjadi presiden RI, Jokowi malah sangat getol menaikkan harga BBM.
Alasannya, APBN terlalu banyak tersedot untuk subsidi BBM.
Ini baru menarik, karena selain menyangkut menajemen pola
kepemimpinan gaya situasional, untuk tidak mengatakan plin-plan. Juga
menyangkut filosofi kemanusiaan. Artinya kebijakan itu tergantung pada
posisinya, yang dalam bahasa suroboyoan disebut Sikontol (situasi, kondisi dan
toleransi). Disamping itu, kecenderungan mental semua orang adalah ingin sesuatu
yang murah, bahkan kalau bisa gratis. Ingin dapat hasil banyak dengan kerja
yang ringan. Doa kita juga mengharap rijeki bila ta’abin wala musyaqqoh.
Mengharap hasil banyak dengan kerja yang sedikit, bahkan kalau bisa mengharap
pahala dengan tidak beramal, atau bahkan berharap sorga sambil bermaksiat.
The
care of the problemnya, sejatinya terletak pada chois dalam mengambil
kebijakan. Ada tiga chois kebijakan: Menyelesaikan masalah dengan
menimbulkan masalah baru. Menyelesaikan masalah tanpa solusi (Indonesia Lawak
Klub), atau menyelesaikan masalah tanpa
masalah (jargon kantor penggadaian).
Perspektif Ekonomi Islam
Kenaikan yang
paling tidak disukai manusia memang kenaikan harga BBM. Kalau naik harga diri,
naik pangkat, naik gaji, naik haji, naik popularitas, ataupun naik yang lain
malah disukai.
Islam memandang; minyak
dan gas merupakan hak milik umum, sebagaimana ditegaskan Nabi saw “Manusia
bersyarikat (secara bersama memiliki) tiga hal: padang, air, dan api.” (HR
Ahmad dan Abu Dawud). Karena milik umum, maka setiap orang, sama-sama berhak
menikmatinya. Dan negara seharusnya mengelola semua itu dengan baik yang
hasilnya digunakan untuk kepentingan rakyat secara adil., supaya harta itu tidak hanya beredar
diantara orang-orang kaya saja diantara kamu, … “ (Qs Al Hasyr
: 7)
Dalam perspektif ekonomi Islam, negara berkewajiban untuk menciptakan jaring
pengaman sosial bagi masyarakatnya, dan subsidi bukanlah hal yang tabu untuk
dilakukan,. Tetapi subsidi dalam ekonomi Islam ditujukan bukan kepada obyek
barangnya seperti yang terjadi pada BBM saat ini, tetapi subsidi tersebut langsung ditujukan
kepada orang yang membutuhkannya, sehingga tujuan subsidi yaitu membentuk
jaring pengaman sosial dan menciptakan pemerataan pendapatan dapat berjalan tepat
sasaran. Hal ini pernah dilakukan pada masa kejayaan Imperium Islam, pada
masa kekhalifahan bani Umayah diriwayatkan bahwa khalifah Umar bin Abdul Azis
bukan hanya bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan primer masyarakatnya
seperti sandang, pangan dan papan, tetapi juga sampai memberikan memberikan
pelayanan kepada orang-orang cacat dan bahkan memberikan bantuan keuangan untuk
biaya pernikahan dan bantuan untuk menuaikan ibadah haji bagi masyarkatnya yang
kurang mampu.
Kenaikan
harga BBM sesungguhnya tidak terlalu bermasalah jika tidak diikuti oleh naiknya harga komoditas dan barang-barang
yang lain, apalagi tidak berbanding lurus dengan kenaikan kesejahteraan rakyat.
Karena itu persoalan fundamentalnya,
sesungguhnya bukan pada naik tidaknya harga BBM, atau mahal murahnya harga
BBM, tetapi pada mampu tidaknya rakyat
jelata membelinya. Jadi harga BBM mau naik, mau turun, mau naik turun, mau turun
naik, mau salto, mau akrobat, silahkan, yang penting ada garansi kesejahteraan rakyat meningkat dan
punya kemampuan membelinya. Kendati harga BBM, turun serendah-rendahnya tetapi
rakyat jelata tidak mampu membelinya, itu problem. Sebaliknya meskipun harga
BBM naik setinggi-tingginya, tetapi rakya mampu membelinya, itu no problem. Sekali
lagi masalahnya adalah kapan
rakyat jelata bisa segera disejahterakan ???,. Dan kartu indonesia sejahtera, kartu indonesia sehat, kartu indonesia pintar,
kartu indonesia sakti, kartu indonesia hebat, atau kartu-kartu yang lain sangat
tidak cukup untuk itu. Rakyat tidak butuh kartu, yang dibutuhkan rakyat pekerjaan,
penghasilan yang cukup dan kemampuan menghidupi dirinya dan keluarganya dengan
cara terhormat.
Butuh Solusi
Tuntas
Mengurangi
subsidi dan menaikkan harga BBM, bukan satu-satunya chois dalam upaya peningkatan
kesejahteraan rakyat, banyak cara lain yang dapat dilakukan, mislanya :
1.
Mengoptimalkan produksi dan eksplorasi sumber
daya alam yang melimpah.
Produksi batubara,
misalnya, mencapai 421 juta ton tahun 2013. Jika harga produksi rata-rata
perton sebesar US$ 20 dan harga pasar tahun 2014 US$ 74 per ton maka potensi
pendapatannya mencapai Rp 250 triliun. Contoh lainnya tembaga. Pada tahun 2012,
produksinya mencapai 2.4 juta ton. Biaya produksinya sebesar US$ 1,24 per pound
dan harga jualnya sebesar US$3.6 per pound (Laporan Keuangan PT Freeport
McMoran, 2013). Dengan demikian, potensi pendapatannya sebesar Rp 124
triliun. Dari dua komoditas ini saja potensi pendapatannya sudah mencapai
Rp 374 triliun. Sudah lebih dari cukup untuk menutupi belanja subsidi BBM yang
nilainya mencapai Rp 291 triliun. Angka ini akan terus membesar jika komoditas
tambang yang melimpah di negara ini ikut diperhitungkan seperti minyak bumi,
gas, emas, nikel, timah, dan sebagainya. Sayang, pengelolaan tambang-tambang
tersebut justru diserahkan kepada swasta termasuk asing. Dampaknya, Penerimaan
negara dari sektor ini menjadi sangat minim dari semestinya. Pada RAPBN 2015
pendapatan Sumber Daya Alam migas dan non migas hanya sebesar Rp 207 triliun
dan Rp 30 triliun.
2. Penghapusan
subsidi untuk pejabat.
Para pejabat tidak perlu
dikasih rumah dan mobil dinas. Begitu pula berbagai tunjangan lainnya. Kalau
Studi banding ke luar negeri, pakai uang sendiri. Jangan uang rakyat. Apalagi
dipakai menginap di hotel mewah dengan uang saku berlimpah (Rp 2 juta/hari).
3.
Efisiensi belanja
pemerintah dan Pencegahan Pemborosan Anggaran
Belanja
pemerintah pusat berupa belanja kementerian dan lembaga yang menghabiskan 1/3
dari anggaran belanja negara ditambah banyaknya kehidupan mewah para pejabat
negeri ini menyebabkan penggunaan uang rakyat tidak efisien.
Pemborosan
anggaran juga banyak terjadi dalam pos-pos tertentu, misalnya pada belanja
pegawai, belanja barang, belanja modal dan transfer ke daerah. Memang
dibutuhkan tenaga ekstra untuk menyisir mata anggaran mana yang dianggap
efektif dan mana yang masuk kategori pemborosan. Namun, bukan rahasia lagi,
penyusunan anggaran yang seadanya yang sarat dengan transaksi politik dan
pemburu rente sangat banyak dijumpai dalam pos-pos belanja tersebut. Efisiensi belanja pemerintah
diharapkan mampu dialihkan menjadi dana yang dimanfaatkan bagi kesejahteraan
rakyat.
4.
Menjadikan pengalaman
empiris sebagai pelajaran berharga
Secara teoritis, dana alokasi untuk subisidi
dapat digunakan untuk membiayai program-program yang dapat meningkatkan
kesejahteraan rakyat, baik langsung seperti pemberian jaminan sosial maupun
tidak langsung berupa peningkatan kapasitas dan kualitas infrastruktur sehingga
mampu mempercepat perputaran roda ekonomi.
Namun, pengalaman empirik menunjukkan, kenaikan
BBM akan menggerek inflasi, berupa kenaikan harga-harga barang. Akibatnya, daya
beli masyarakat merosot. Jumlah penduduk miskin makin besar. Penduduk yang
sebelumnya tidak dikategorikan miskin jatuh miskin. Pasalnya, transportasi dan
belanja BBM telah menjadi kebutuhan pokok masyarakat. Untuk penduduk di
pedesaan, misalnya, mengutip survei BPS 2014, belanja BBM menempati urutan
kedua setelah perumahan untuk komoditas non makanan.
Lazimnya, ketika inflasi naik, suku bunga
perbankan ikut terkerek naik. Akibatnya, dunia usaha tidak hanya terpukul oleh
naiknya biaya energi dan transportasi, namun juga biaya modal. Jika mereka
tidak dapat berkompetisi dalam situasi tersebut, pilihannya adalah melakukan
pengurangan kapasitas produksi, penghentian sementara hingga penutupan total.
Hal tersebut tentu berdampak pada pengurangan tenaga kerja dan berbagai efek
berantai lainnya. Apalagi Pemerintah juga telah menaikkan secara bertahap biaya
tarif listrik. Industri yang sensitif terhadap perubahan harga energi, seperti
industri tekstil dan industri logam, paling banyak yang dirugikan. Beban APBN
juga akan bertambah akibat inflasi termasuk tambahan untuk belanja sosial untuk
penduduk miskin.
5.
Memperketat peluang
monopoli
Pemerintah Indonesia memiliki 100% kekayaan
alam yang ada di dalam wilayah negaranya, termasuk minyak, baik berdasarkan
amanat UUD 1945 maupun syariat Islam sehingga pemerintah mampu menetapkan harga
minyak semurah-murahnya bagi kemakmuran rakyat. Jika pemerintah menguasai
seluruh kekayaan alamnya, maka tidak akan ada mekanisme subsidi dan utang dari
luar negeri.
Setiap kebijakan terkait kekayaan negara wajib
didistribusikan secara adil dengan mengutamakan kepentingan rakyat kecil.
Kekayaan negara harus beredar ke seluruh rakyat dan mencegah monopoli pada
golongan tertentu apalagi hanya golongan kaya semata.
Penutup
Kita masih akan melihat
efek positif dari pencabutan subsidi
BBM terutama dalam jangka
panjang. Oleh karena itu, mari kita sebagai rakyat terus ikut berkontribusi
dalam pembangunan negara dan perbaikan pengelolaan negara, jangan hanya sekadar
mengutuk, menyebarkan rasa pesimis, dan membuat kacau suasana. Seperti kata
Adlai Stevenson, “Lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar